Lokakarya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)
“Mewujudkan Pembaharuan Hukum Pidana melalui RKUHP yang Berkeadilan, Demokratis, dan Responsif pada Perkembangan Tindak Pidana”
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Senin, 12 Februari 2018 batal mensahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) dan akan memperpanjang pembahasan RKUHP dalam masa sidang berikutnya. Pada 15-16 Maret 2018 di Hotel A One, Jakarta, Koalisi Perempuan Indonesia menyelenggarakan Seminar Lokakarya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dengan tema “Mewujudkan Pembaharuan Hukum Pidana melalui RKUHP yang Berkeadilan, Demokratis, dan Responsif pada Perkembangan Tindak Pidana”. Pada Diskusi Panel Sessi I “R-KUHP dari Perspektif Ilmu Hukum, Antropologi dan Sosiologi” Narasumber: 1. Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Prof. Dr. Markus Priyo Gunarto, S.H, M.Hum (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada),. Tody Sasmitha Jiwa Utama, S.H., LL.M (Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada), Prof. Dr. Sulistyowati Iriyanto (Sosiolog Universitas Indonesia) Moderator : Rosniaty Azis (Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia). Pada Diskusi Panel Sesi II “R-KUHP dalam perspektif perempuan, anak, dan penyandang disabilitas” menghadirkan narasumber Maulani Rotinsulu (Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia Kelompok Kepentingan Penyandang Disabilitas/Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia), Prof. Irwanto (PUSKAPA UI), Dian Kartikasari (Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia) yang dimoderator : Anggara, S.H. (Institute for Criminal Justice Reform). Lokakarya yang diselenggarakan pada hari kedua, dibagi menjadi 5 kelompok yang kemudian di panelkan. Hasil diskusi kelompok, disepakati bahwa RUU KUHP ditunda pembahasannya dan meminta pelibatan masyarakat secara aktif dalam pembahasannya termasuk kelompok-kelompok rentan seperti LGBT, PSK, masyarakat adat, disabilitas, ODHA. Pengaturan dalam RUU KUHP harus dilakukan reformulasi untuk menghindari masalah dan memberikan batasan yang jelas tentang pemasukan living law dalam RKUHP tersebut. Sinkronisasi terhadap Undang-Undang dan Konstitusi menjadi penting agar tidak terjadi kontradiktif dalam pengaturan sehingga terjadi kebingungan saat implementasi Undang-Undang tersebut. Di penghujung acara para peserta sepakat untuk membuat petisi dan ditandatangani yang akan diserahkan kepada Presiden untuk penundaan pengesahan RUU KUHP tersebut. Rencananya petisi ini akan ditandatangani oleh 1000 orang.
Tujuan Kegiatan
- Memberikan informasi tentang perkembangan proses pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) di DPR RI
- Mendiskusikan substansi R-KUHP dengan dari perspektif Hukum, Antropologi, Gender, Perlindungan Anak dan Kelompok Rentan
- Menyusun pokok pikiran dan Rekomendasi Hukum dari kelompok masyarakat sipil, organisasi perempuan dan kelompok akademisi
- Merumuskan strategi bersama dalam advokasi mengawal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Mensosialisasikan pokok pikiran dan Rekomendasi Hukum dari kelompok masyarakat sipil, organisasi perempuan dan kelompok akademisi melalui dukungan media
Hasil yang Diharapkan
- Adanya ruang partisipasi bagi Masyarakat Sipil, termasuk Kelompok Perempuan, kelompok anak/pemerhati isu anak, Penyandang disabilitas dan pakar dalam perumusan dan Pembahasan R-KUHP
- Adanya rumusan rekomendasi untuk Penyempurnaan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Adanya strategi advokasi untuk memperluas partisipasi masyarakat dan Pengawalan R-KUHP
- Adanya dukungan media untuk menyuarakan pandangan Masyarakat Sipil serta kebutuhan dan kepentingan Kelompok Perempuan dan kelompok rentan