Penelitian Evaluasi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia – FHUI)

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan suatu permasalahan pelik di Indonesia yang menuntut upaya pemberantasan menyeluruh agar Negara dapat dengan lebih efektif memenuhi hak ekonomi dan sosial masyarakat luas. Kesadaran tentang betapa penting dan mendesaknya pemberantasan korupsi dapat dilihat dari penempatan tindak pidana korupsi (selanjutnya Tipikor) sebagai kejahatan serius yang pemberantasannya membutuhkan suatu sistem peradilan yang khusus. Hal ini jelas terlihat dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memandatkan didirikannya Pengadilan khusus untuk Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor).

Dalam penjelasan UU tersebut jelas dinyatakan bahwa untuk pemberantasan korupsi diperlukan metode penegakan hukum luar biasa melalui pembentukan sebuah badan negara yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam melakukan pemberantasan korupsi. Seiring berjalannya waktu, masih terdapat pertanyaan apakah kinerja Pengadilan Tipikor sudah mencapai tingkat yang diharapkan? Apakah pengadilan khusus ini memenuhi prinsip-prinsip fair trial? Apakah pengadilan tersebut mengadopsi keterbukaan dan dapat diakses oleh publik? Dan apakah publik juga melibatkan diri dalam prosesnya? Juga tidak kalah pentingnya, apakah pengadilan yang seharusnya menjadi rujukan bagi pengadilan lain ini memiliki kelengkapan fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai guna mencapai tingkat kinerja yang diharapkan?

Pertanyaan-pertanyaan ini telah menjadi inspirasi bagi Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan (LeIP), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Asian International Justice Initiative (AIJI) untuk melaksanakan program “Memperkuat Kinerja UU Anti Korupsi Melalui Peningkatan Kapasitas Aktor Masyarakat Sipil Serta Keterampilan Penuntutan dan Kehakiman Lembaga-Lembaga Peradilan” (mulai dari titik ini disebut sebagai Pemantauan Pengadilan Tipikor) yang didukung oleh Uni Eropa. Kegiatan ini dilaksanakan dengan bermitra dengan lembaga-lembaga terkemuka di lima kota, yakni Sahdar Medan, LBH Bandung, MaPPI FHUI Jakarta, LBH Surabaya, dan KOPEL Makassar.

Program ini mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan melakukan pemantauan pengadilan Tipikor di lima kota, suatu pemantauan pengadilan yang menyeluruh, baik itu dari sisi persidangan, kelembagaan, sumber daya manusia serta partisipasi publik di pengadilan tersebut. Diharapkan dengan adanya data dan informasi yang terkumpul dengan metodologi yang netral dan obyekif, hal ini dapat memajukan transparansi dalam pengadilan yang dipantau serta mengidentifikasi tantangan-tantangan yang perlu diatasi guna memperbaiki kinerja pengadilan yang dipantau.

B. Tujuan

  1. Mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan profil hakim dan petugas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta
  2. Mengidentifikasi kebutuhan pengadilan dalam penyusunan sistem penanganan perkara dan pelayanan publik di pengadilan
  3. Mendapatkan masukan mengenai kajian dan rekomendasi mengenai rancangan sistem kerja untuk mendukung peningkatan kualitas pengadilan tindak pidana korupsi

C. Deskripsi Kegiatan

Dalam hal ini, tim peneliti akan melakukan rangkaian kegiatan wawancara dan pengumpulan data ke beberapa hakim, petugas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, akademisi, dan LSM Antikorupsi guna menggali keterangan mengenai implementasi Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berjalan saat ini. Kedepannya hasil wawancara dan pengumpulan data akan menjadi bahan penyempurnaan ke guna mendukung rancangan kajian dan rekomendasi yang sedang disusun dalam rangka mendukung kinerja pengadilan.