Media Briefing dengan tema “Penodaan Agama dengan Tafsir Diskriminatif Menyerang Kelompok Rentan”, pada hari Jumat lalu tanggal 21 September 2018.

Bertempat di Bakoel Koffie Cikini, Jalan Cikini Raya No. 25, Menteng, Jakarta Pusat

Narasumber:

  • Dian Kartikasari (Sekjend KPI)
  • Anggara (Direktur Eksekutif ICJR)
  • Syamsul Muarif (Peneliti HRWG)
  • Achmad Fanani Rosyidi, S. Sos (Peneliti SETARA Institute)
  • Moderator: Dio Ashar Wicaksana (Ketua Harian MaPPI FHUI)

Pada Media Briefing ICJR, KPI, HRWG, Setara Institute dan MaPPI FHUI memberikan catatan bahwa:

  1. Hakim Pengadilan Tinggi (PT) yang memeriksa perkara banding tersebut harus secara teliti dan cermat dalam melihat kasus Saudari Meliana. Kesalahan dalam memutus perkara banding kasus saudari Meliana akan menambah preseden buruk bagi iklim toleransi di masyarakat serta merugikan kepentingan kelompok minoritas lainnya yang seharusnya dilindungi.
  2. Sebagaimana dalam kasus penodaan agama, yang sarat dengan tekanan massa untuk mengukum pelaku, hakim PT harus tetap berpegang teguh pada fakta hukum demi menegakkan kebenaran dan keadilan, serta menjadi integritas pengadilan yang mandiri.
  3. Hakim PT yang memeriksa perkara ini wajib mengunakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, mengingat bahwa Saudari Meliana merupakan seorang perempuan yang wajib mendapatkan perlindungan dari tindakan ataupun penghukuman yang diskriminatif.
  4. Selain itu, kami merekomendasikan bahwa pasal penodaan agama, baik yang ada di dalam KUHP maupun RKUHP, dihapuskan karena sudah tidak relevan lagi diterapkan dan justru menjadi alat legitimasi kelompok mayoritas mengancam kelompok minoritas. Dalam praktiknya yang justru terjadi adalah pasal ini digunakan untuk menjadi alat berkonflik dan pengadilan sulit untuk menegakkan hukum secara bebas dan mandiri khususnya tidak terpengaruh oleh adanya tekanan massa.