Pola Koordinasi Penyidik-Penuntut Umum Perlu TerintegrasiPada 13 April 2016, MaPPI FHUI bersama LBH Jakarta menghadiri lanjutan persidangan perkara perkara 130/PUU-XIII/2015 terkait pra penunutan di KUHAP. Sidang kali ini diawali dengan pemaparan perwakilan Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), Yudi, terkait praktik pra penuntutan.

Yudi menyatakan terdapat beberapa perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P-21) tapi tidak ditindak lanjuti oleh penyidik untuk penyarahan tahap II. Mantan Jaksa KPK ini juga menyarankan pola koordinasi penyidik dan penuntut umum yang terintegrasi seperti di KPK.

Pemohon juga menghadirkan ahli Maruarar Siahaan. Mantan hakim konsitusi ini menyatakan KUHAP sudah usang dan tidak sesuai lagi dengan “perubahan sistem ketatanegaraan dan perkembangan hukum dalam masyarakat”. Oleh karenanya, Maruarauar menyarankan pembaruan hukum acara pidana.

Selain itu, pemohon juga menghadirkan saksi dua mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Bibit menceritakan pengalamannya di kepolisian bahwa memang beberapa SPDP tidak diberikan ke penuntut umum. Hal ini dikarenakan tidak adanya kejelasan norma di KUHAP sehingga pengiriman SPDP bervariasi tergantung penyidiknya.

Sedangkan Chandra menjelaskan pola koordinasi pra penuntutan di KPK. Chandra menyatakan bahwa JPU sudah sudahy aktif memberikan saran dan nasehat sehingga tidak ada bolak-balik perkara ataupun salah menetapkan tersangka sejak tahap penyelidikan dan penyidikan.