Permasalahan disparitas pemidanaan, khususnya pada perkara tindak pidana korupsi, sudah menjadi pembahasan di Mahkamah Agung sejak tahun 1980-an.  Fenomena disparitas ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum secara keseluruhan. Selain itu, fenomena ini juga menunjukkan ketidakselarasan dengan misi Mahkamah Agung yakni: (i) menjaga kemandirian badan peradilan, (ii) memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan, (iii) meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan, dan (iv) meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.

Pada tahun 2017, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia – Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) memberikan masukan terkait isu disparitas pemidanaan kepada Mahkamah Agung. Dalam penelitiannya, MaPPI FHUI menemukan adanya disparitas pemidanaan pada perkara tindak pidana korupsi melalui indeksasi 587 putusan Judex Factie di seluruh Indonesia dan dengan jumlah terpidana sebanyak 689 orang. Dari penelitian tersebut, ditemukan adanya 66% kelompok putusan di mana terdapat inkonsistensi putusan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (unwarranted disparity), yakni adanya perkara-perkara dengan karakteristik serupa yang justru diadili dan dihukum dengan cara yang jauh berbeda.

Menyikapi hal tersebut, Mahkamah Agung telah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Pedoman Pemidanaan Tipikor berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 189/KMA/SK/IX/2018. Sejak Desember 2018, tim Pokja melakukan rangkaian Focus Groud Discussion (FGD) dan mengundang berbahai pihak baik dari internal Mahkamah Agung maupun eksternal, seperti akademisi, advokat/praktisi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan RI, dan Organisasi Masyarakat Sipil. Akhirnya, pada tanggal 24 Juli 2020, Mahkamah Agung RI telah berhasil mengundangkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberanrasan Tindak Pidana Korupsi (Perma 1/2020).

Dalam rangka menyelenggarakan sosialisasi yang memadai dan menyeluruh, Mahkamah Agung Republik Indonesia bersama MaPPI FHUI menyelenggarakan Sosialisasi Publik Perma Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan Pasal 3 UU Tipikor. Sosialisasi ini turut mengundang berbagai pihak eksternal, khususnya aparat penegak hukum (Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia) dan pihak-pihak terkait lainnya.

Melalui sosialisasi ini, diharapkan para peserta memahami bahwa pedoman pemidanaan ini tidak ditujukan untuk menutup independensi hakim (judiciary independence) karena tahapan-tahapan dalam pedoman tetap memberikan ruang diskresi bagi hakim dalam menentukan pidana. Selain itu, tujuan dari pedoman pemidanaan ini bukan untuk memperberat atau memperingan hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi, melainkan menghendaki adanya keadilan yang proporsional dalam pemidanaan, konsistensi dan kepastian penerapan hukum, serta kemanfaatan hukum.

Masyarakat Pemantau Peradlan Indonesia (MaPPI FHUI)