Hotel Park Lane Tebet, Jakarta Selatan
16 April 2017
Undang Undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mewajibkan kelahiran Peraturan Pelaksanaan (PP) maksimal dua tahun setelah diundangkan. namun sudah lewat dari dua tahun diundangkan, masih belum ada satupun PP yang lahir guna mendukung Undang Undang tersebut.
Workshop hari ini memiliki tujuan untuk melakukan sinkronisasi stakeholder , komunitas, institusi, dan pihak terkait pada salah satu PP yang coba dilahirkan secepatnya yaitu PP tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan. Sesi pertama merupakan paparan dari beberapa narasumber utama perwakilan Aparat Penegak Hukum (APH) yang terdiri dari institusi POLRI, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung.
Penelitian terkait dengan Difabel dalam Peradilan pidana juga pernah dilakukan oleh MaPPI FH UI pada tahun 2016. Penelitian dilakukan kepada t 22 putusan Hakim dari tahun 2011-2015 terhadap kekerasan seksual yang dialami difabel, temuan yang diperoleh diantaranya sebanyak 59% korban adalah difabel mental, yang disusul oleh tuna rungu (15%). Pelaku kekrasan seksual paling banyak adalah orang terdekat yang dikenal oleh korban(50%) yang merupakan tetangga, orang tua tiri, dan saudara tiri, sedangkan rentang vonis hakim kepada pelaku adalah empat sampai sebelas tahun. Temuan lain terkait dengan fakta persidangan ditemukan bahwa dominasi ketidakdiketahuinya pendamping sebanyak 68% kemudian sebanyak 5% tidak didampingi, selanjutnya sebanyak 82% dalam persidangan korban difabel tidak menghadirkan ahli. Pada penutup, MaPPI FH UI mencatat bahwa seringkali hak-hak difabel tidak diakomodasi selama proses peradilan, sperti tidak ada pendamping, psikolog, dan penterjemah. Selain itu infrastruktur yang kurang memadai juga ditemukan, seperti tidak adanya ramp,kursi roda, kamar mandi difabel, lift, dan lainnya.
Pengantar based evidence pada pertemuan ini diberikan oleh Johanes Widijantoro dari Unika Atmajaya Joyjakarta terkait dengan penelitian yang dilakukan yang terdiri dari studi literature, review putusan pengadilan terhadap 22 kasus pidana yang melibatkan disabilitas, dan dengan Focus Group Discussion dan Indepth Interview dengan locus penelitian di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dokumentasi lebih detil diutarakan oleh divisi advokasi SIGAB Yogyakarta melalui testimoni yang menggambarkan situasi difabel yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban, saksi, maupun pelaku tindak kriminal.
Pada presentasi dari Mahkamah Agung RI yang diwakilkan oleh Bpk. Suharto SH. M.Hum yang menjabat sebagai Panitera Muda Pidana, MARI) menyatakan komitmennya jika memang komunitas disabilitas berkeinginan membuat Peraturan Mahkamah Agung yang menjadi pedoman Hakim ketika memimpin sidang yang berkaitan dengan difabel.
Sesi kedua pada pertemuan ini berisi mengenai diskusi dan tanya jawab dengan tujuan menyamakan persepsi dari Rancangan Peraturan Pelaksana (RPP) tentang Akomodasi yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, baik dari pembuat kebijakan, komunitas difabel, dan kelompok peneliti terkait.