Wacana Revisi Undang-Undang KPK belakangan ini kembali naik ke publik. Tanggapan publik pun beragam. Mengingat wacana tersebut yang terus bergulir, selanjutnya timbul pertanyaan mengenai hal-hal apakah yang sebenarnya menjadi pokok perubahan dalam revisi Undang-Undang KPK tersebut? Apakah benar revisi Undang-Undang KPK tersebut penting untuk dilakukan sekarang? Serta hal-hal lain apa yang juga perlu disoroti?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ILUNI FHUI bekerja sama dengan FHUI mengadakan diskusi terbatas mengenai wacana revisi Undang-Undang KPK yang diisi oleh para pembicara antara lain Bivitri Susanti sebagai Peneliti Hukum PSHK dan Dosen Jentera School of Law, Chandra Hamzah sebagai mantan Komisioner KPK, Narendra Jatna sebagai Dosen Hukum Acara Pidana FHUI, Desi sebagai Sekretaris ILUNI FHUI, dan sebagai moderator adalah Asep Rahmat Fajar. Diskusi berlangsung pada Senin, 22 Februari 2016 di Perpustakaan Daniel S. Lev Sekolah Tinggi Hukum Jentera.
Dari pembahasan mengenai wacana revisi Undang-Undang KPK oleh ketiga narasumber tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembahasan mengenai wacana revisi Undang-Undang KPK tersebut harus dilihat dari sisi kebutuhannya, yang mana hal tersebut belum tergambar dan terelaborasi dengan baik. Beberapa poin dalam draft yang menjadi alasan revisi tersebut bahkan dinilai tidak kuat karena inkonsisten. Karenanya menjadi pertanyaan apakah memang revisi ini dibutuhkan?
Selanjutnya dilihat dari politik legislasi saat ini, DPR dinilai tidak memiliki kejelasan. Salah satu bentuknya adalah simpang siurnya sumber draft revisi ini apakah berasal dari Pemerintah atau DPR. Terakhir adalah kaitan wacana revisi ini dengan UNCAC yang belum pernah dibahas dan tidak tergambar dalam draft revisi Undang-Undang KPK. Dengan demikian DPR harus menarik kembali wacana untuk merevisi Undang-Undang KPK yang saat ini sedang berjalan di Parlemen.