Oleh: Siska Trisia

Perbaikan layanan publik masih menjadi agenda prioritas pemerintah hingga hari ini, termasuk di Kejaksaan Republik Indonesia. Hingga tahun 2016 Ombudsman RI mencatat masih banyak laporan yang masuk terkait buruknya layanan publik yang ada di Kejaksaan. Salah satu layanan publik yang ada di kejaksaan adalah layanan pengambilan berkas atau dokumen perkara pelanggaran lalu lintas (perkara tilang).

Umumnya ketika seseorang melanggar aturan lalu lintas namun menolak untuk mengakui kesalahan yang di kenakan polisi lalu lintas (Polantas). Maka sesuai Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas (Perma Tilang), pelanggar tersebut harus membuktikan bantahannya melalui sidang tilang.

Singkatnya, ketika persidangan selesai dan pelanggar diputus bersalah, pelanggar tersebut kemudian harus membayar denda melalui bank tertentu. Bukti bayar denda yang telah dibayarkan tersebut akan menjadi bukti untuk mengambil berkas atau dokumen tilang yang di sita polantas melalui Kejari setempat.

Dalam praktiknya, layanan tilang di Kejaksaan masih perlu diberi perhatian khusus. Dengan kondisi jumlah loket layanan yang minim dan tidak sebanding dengan pengguna layanan banyak. Maka para pengguna harus rela menyediakan lebih banyak waktu untuk mengantri dan mengambil kembali berkas tilang mereka di kejaksaan.

Seperti yang pernah terjadi di Jakarta Timur dan Bekasi beberapa waktu lalu, untuk mengambil berkas tilang di Kejari setempat, masyarakat harus mengantri hingga enam jam. Kondisi tersebut diperparah jika domisili pengguna layanan jauh dari kantor Kejaksaan Negeri yang dituju. Sehingga tidak heran lagi apabila masyarakat malah menggunkan jasa calo tilang meskipun harus merogoh kocek untuk “upah” yang tidak sedikit.

Melihat permasalahan tersebut, diperlukan sebuah inovasi pengambilan berkas tilang yang lebih layak dan sesuai asas asas pelayanan publik. Seperti apa yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 16 tahun 2014. Dalam aturan tersebut dimuat beberapa aspek yang yang harus dipenuhi untuk mewujudkan sebuah pelayanan publik yang “baik”. Di antaranya terkait lama waktu pelayanan dan penetapan biaya yang terjangkau dan transparan.

Salah satu contoh sukses inovasi layanan pengambilan berkas tilang tersebut adalah Layanan Tilang Cash on Delivery (CoD) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar). Layanan ini sudah ada semenjak awal tahun 2017. Dengan layanan Tilang CoD, para pelanggar yang berdomisili didalam dan di luar Jakarta Barat dapat menyelesaikan perkara tilang secara lebih cepat dan efisien, tanpa harus datang ke kantor Kejaksaan.

Layanan Tilang CoD Kejari Jakbar hanya sebagai sarana alternatif apabila pengguna layanan sulit atau tidak memungkinkan untuk datang langsung ke Kejari Jakbar. Apabila calon pengguna berminat menggunakan layanan tersebut, maka pertama-tama pelanggar diharuskan mengakses website Kejari Jakbar atau Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) sesuai tanggal sidang yang tertera dalam surat tilang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui denda tilang yang harus dibayar pelanggar.

Selanjutnya calon pengguna layanan CoD menghubungi pihak Operator melalui pesan singkat (SMS) atau Whatsaap sesuai format yang ditentukan. Pendaftaran dilakukan pada setiap hari kerja, mulai pukul 08.00 pagi hingga pukul 15.00 sore. Setelah melakukan pendaftaran, pihak Operator akan memberikan informasi berapa jumlah denda tilang ditambah ongkos kirim yang harus ditanggung oleh pengguna layanan. Jika calon pengguna setuju dengan jumlah uang yang harus dibayarkan, berkas atau dokumen tilang akan di antarkan oleh kurir kejaksaan.

Selain menghindarkan pengguna layanan tilang untuk “mengantri selama berjam-jam” di kejaksaan, keunggulan lain dari layanan tilang CoD ini adalah proses antar berkas dan dokumen tilang yang dilaksanakan setiap hari selama seminggu. Layanan hanya akan tutup pada hari libur nasional dan hari raya keagamaan.

Kemudian, cakupan wilayah tidak hanya di Jakarta Barat melainkan termasuk juga Jakarta, Bogor, Depok, Tanggarang dan Bekasi. Adapun besaran biaya antar berkas yang dikenakan kepada pengguna layanan adalah 4.500 rupiah per kilimoter (/km) terhitung dari Kejari Jakbar hingga alamat yang dituju calon pengguna layanan (rumah atau kantor).

Hal tersebut jelas akan sangat membantu bagi para pihak yang ingin menyelesaikan perkara tilang mereka secara lebih cepat dan efektif. Namun, untuk mengetahui apakah layanan tilang CoD tersebut telah sesuai dengan prinsip layanan publik, maka berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009, perlu untuk dilakukan evaluasi. Salah satu evaluasi yang dilakukan adalah survei “kepuasan masyarakat” oleh Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI).

Dari survei yang dilakukan MaPPI FHUI ditemukan bahwa: 59.1% responden menilai layanan Tilang COD sebagai layanan yang cukup baik. Hal tersebut dikarenakan persyaratan layanan Tilang COD yang tergolong mudah dipenuhi (50%), prosedur layanan tergolong mudah dilakukan (49%), namun biaya jasa kurir senilai Rp4.500/km masih dinilai sebagai biaya yang tidak terjangkau. Apabila hasil tersebut dikaitkan Permenpan RB nomor 16 tahun 2014 di atas, maka biaya dikenakan kepada pengguna layanan haruslah biaya yang dapat dijangkau. Sehingga biaya jasa kurir sebesar Rp4.500/km yang telah ditetapkan oleh Kejari Jakbar perlu ditinjau ulang.

Salah satu acuan yang dapat digunakan untuk menetapkan harga layanan Tilang CoD adalah: Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Adapun ketentuan mengenai tarif dalam peraturan tersebut adalah tarif batas atas dan tarif batas bawah dengan mengklasifikasikan wilayah menjadi dua bagian. Yakni wilayah I untuk Sumatera, Jawa dan Bali dengan batas tarif Rp 3.500/km hingga Rp 6.000/ km dan Wilayah II untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dengan batas tarif Rp 3.700/km hingga Rp 6.500/km.

Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh responden pada kolom komentar form survei. Adapun beberapa saran mengenai alternatif solusi yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan biaya Layanan Tilang CoD adalah: mengadakan promo layanan, menurunkan besaran biaya jasa kurir menjadi Rp2.000-Rp3.500/km. Serta ditetapkannya skema pembiayaan yang disesuaikan dengan mapping area atau lebih dikenal dengan istilah zonasi biaya (bukan berdasarkan jarak).

Terakhir, untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang atau praktik pungutan liar (pungli) baik oleh oknum kejaksaan ataupun calo. Maka terkait aturan besaran tarif layanan Tilang CoD yang ditetapkan ulang perlu dituangkan pula dalam sebuah aturan, sehingga dengan demikian terwujudlah transparansi akuntabilitas biaya layanan. Dengan langkah langkah tersebut, inovasi Tilang CoD yang dihadirkan oleh Kejaksaan akan terjangkau bagi masyarakat, bebas dari praktik Korupsi dan tentunya sangat mungkin untuk terapkan pada kejaksaan lain di seluruh Indonesia.

*Catatan: tulisan ini dimuat dalam surat kabar elektronik Hukumonline.com