JAKARTA – Koalisi Pemantauan Jaksa (KPJ) mencatat banyak jaksa yang mengabaikan etika maupun hukum acara dalam menangani perkara. Berdasarkan pemantauan atas kinerja jaksa baik sebelum maupun selama persidangan pada periode November 2013-Desember 2014 di tiap pengadilan negeri wilayah DKI Jakarta, Tangerang, Bekasi, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Makassar, KPJ menemukan beberapa catatan terhadap jaksa.
Salah satu catatan KPJ adalah terkait integritas jaksa selama menangani perkara. Dari 392 pemantauan di persidangan, terdapat 199 temuan tentang. penyimpangan.
“Berarti 50,8 persen kasus yang dipantau masih ditemukan jaksa-jaksa yang melakukan pelanggaran baik secara etik atau pelaksanaan hukum acara pidana,” kata Dio Ashar Wicaksana, peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) dalam diskusi “Kado Ulang Tahun HUT Kejaksaan: Catatan Kinerja Kejaksaan oleh Koalisi Pemantauan Jaksa” di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Minggu (26/7).
Dio menjelaskan, pelanggaran terbanyak adalah tidak memberikan bantuan hukum. Karena itu ia mengimbau kejaksaan untuk membentuk aturan internal terkait pelaksanaan bantuan hukum.
“Kejaksaan harus memiliki aturan internal yang secara khusus mengatur tentang akses bantuan hukum bagi tersangka sebagai perwujudan dari mandat Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,” ucap Dio.
Sedangkan kategori pelanggaran kedua yang juga sering dilakukan jaksa adalah tidak memberikan akses dokumen perkara kepada terdakwa atau penasihat hukum sebelum persidangan. Hal ini menyebabkan terbatasnya proses pembelaan.
“Ada 44 pelanggaran dari 95 kasus. Padahal Pasal 143 ayat (4) KUHAP mewajibkan JPU (jaksa penuntut umum, red) memberikan berkas surat dakwaan kepada terdakwa atau PH sebelum persidangan dimulai,” tandas Dio. (gil/jpnn)
Sumber: jpnn.com.