“Lindungi Korban, Jangan Hilangkan Harapan”

Jakarta, Senin, 11 April 2022

Kasus kekerasan seksual dalam lingkup perguruan tinggi menjadi salah satu poin perhatian kami, YLBHI, ICJR. MaPPI FHUI, LBH APIK Jakarta, dan SAFEnet yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendidikan tanpa Kekerasan. Selama ini, publik dihantui oleh tindakan kekerasan seksual yang dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Terlebih lagi, belum ada payung hukum yang sudah disahkan berpihak pada korban dan mengakomodir kebutuhan korban, Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) masih berproses di DPR untuk disahkan.

Dengan masih berkembang pembahasan RUU TPKS di DPR, pada 2021 silam, publik kemudian mendapatkan angin segar dari hadirnya Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Peraturan ini merupakan wujud keberpihakan Negara pada banyaknya korban dari kasus kekerasan seksual khususnya dalam lingkup institusi perguruan tinggi.

Sayangnya, upaya baik dari pemerintah ini kemudian dimaknai berbeda bagi sebagian kelompok. Mereka melihat bahwa aturan ini dapat mengarah pada pembiaran terjadinya seks bebas, aborsi, pernikahan dini hingga asumsi perumusan peraturannya yang tidak berlandaskan ajaran agama dan kultur masyarakat Indonesia. Asumsi ini kemudian dituangkan dalam upaya hukum berupa Permohonan Uji Materiil (Judicial Review) terhadap Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021. Upaya hukum ini juga sudah dilayangkan dan sudah masuk dalam register No. 34P/HUM/2022 di Mahkamah Agung R.I.

Kami memandang bahwa permohonan uji materiil ini adalah salah satu langkah mundur terhadap upaya pencegahan dan pelindungan korban kekerasan sekual di lingkup perguruan Tinggi untuk mendapatkan kepastian hukum atas perlindungan serta pemulihan korban kekerasan seksual.

Mengingat beberapa alasan penting yaitu Pertama, Permendikbud 30/2021 telah disusun dengan memperhatikan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kedua, Materi yang Dimuat dalam Permendikbud 30/2021 adalah Mengenai Kekerasan Seksual, sedangkan Materi Permohonan adalah Soal Menjaga Kesusilaan. Ketiga, Pentingnya Konsepsi Persetujuan/Konsen Harus Menjadi Dasar Pengaturan tentang Kekerasan Seksual. Keempat, Permendikbud 30/2021 Mengisi Kekosongan Hukum yang Ada. Kelima, objek materi muatan pasal yang dimohonkan pemohon yang menjadi dasar adalah frasa “tanpa persetujuan” dan frasa “yang tidak disetujui” di dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, f, g, h, j, l, dan m Permendikbud 30/2021. (Permohonan Uji Materiil Pemohon, poin VI.13), tidak memiliki hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian pemohon dengan dan objek permohonan pemohon. Oleh sebab itu, melalui Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) ini, kami dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendidikan Tanpa Kekerasan, mendukung dan mendorong kepada:

  • Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara dalam register No. 34P/HUM/2022 di Mahkamah Agung untuk menolak permohonan para Pemohon seluruhnya;
  • Majelis Hakim yang menangani register perkara No. 34P/HUM/2022 di Mahkamah Agung, menerapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PERMA 3/2017, bahwa berdasarkan prinsip hak asasi manusia; kepentingan terbaik dan pemulihan Perempuan Berhadapan dengan Hukum; dan Analisis Gender, Permendikbud 30/2021 utamanya Pasal 5 ayat (2) huruf b, f, g, h, j, l dan m yang mengandung frasa redaksional “tanpa persetujuan” dan “yang tidak disetujui” tetap harus dimuat dalam Permendikbud 30/2021 untuk mendefinisikan kekerasan, untuk membedakan mana korban mana pelaku, dengan tujuan tak lain dan tak bukan untuk melindungi korban;
  • Majelis Hakim yang menangani register perkara No. 34P/HUM/2022 di Mahkamah Agung, menyatakan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sehingga sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  • Majelis Hakim yang menangani perkara No. 34P/HUM/2022 di Mahkamah Agung dapat mempertimbangkan dasar Amicus Curiae (sahabat pengadilan) yang kami buat sebagai bentuk penggalian dan pemahaman nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
  • Mendorong Kementerian/Lembaga dan Perguruan Tinggi ikut terlibat aktif melakukan pemantauan perkembangan implementasi Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan

Narahubung:

  1. YLBHI: info@ylbhi.or.id
  2. ICJR: infoicjr@icjr.or.id
  3. MaPPI FHUI: office@mappifhui.org / Hotline: 0821 2500 8141
  4. LBH APIK Jakarta: Hotline: 0812 8759 4849
  5. SAFEnet: info@safenet.or.id / Hotline: 0811 922 3375