20 April 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Edy Nasution, Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Ia ditangkap karena diduga menerima suap dalam upaya pengajuan peninjauan kembali di PN Jakpus. Kasus tersebut kini ikut menyeret nama Nurhadi, Sekretaris Mahkamah Agung. KPK telah mencekal Nurhadi agar tak berpergian keluar negeri, bahkan telah menggeledah rumah Nurhadi dan menyita beberapa barang dari rumahnya. Nurhadi diduga terlibat dalam perkara tersebut.

Kasus korupsi ini tentu membuka kembali ingatan praktik mafia peradilan di tubuh lembaga peradilan. Di pengadilan misalnya, KPK telah menangkap Djodi Supratman (Staf non aktif Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA) dan Andri Tristianto Saputra (Staf non aktif Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA).

Bahkan jika ditarik kebelakang, sedikitnya ada 35 orang hakim, panitera atau pegawai pengadilan yang terjerat kasus korupsi sejak KPK berdiri (terlampir). Jika dilihat lebih jauh praktik korupsi di tubuh pengadilan maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang berpotensi melakukan praktik korupsi. Sebagai contoh, kasus Andri Tristianto menunjukkan, sekalipun yang bersangkutan tak memiliki kewenangan terkait perkara tapi dirinya dapat terlibat dalam korupsi. Hal ini karena perkara yang menjadi permasalahan merupakan kasus dalam ranah pidana khusus, dimana bukan tugas pokok dan fungsi kewenangan Andri sebagai pegawai MA.

Rentetan kasus ini menunjukan adanya praktik korupsi yudisial yang bisa jadi sudah sistemik, masif dan mengakar.. Jika berkaca pada jumlah pengadilan diseluruh Indonesia yang mencapai 825 pengadilan (laporan tahunan MA tahun 2015) maka potensi penyimpangan juga sangat besar. Belum lagi persoalan pengawasan yang lemah, semakin memperbesar potensi korupsi di tubuh pengadilan.

Oleh karena itu, dalam perkara berjalan, KPK tak boleh hanya berhenti kepada kator-aktor yang sudah ditangkap. Melainkan juga mengembangkan kasus tersebut untuk memetakan walayah rawan korupsi di pengadilan. Perkara korupsi yang melibatkan pegawai MA belakangan menunjukkan praktik korupsi di lembaga pengadilan memiliki jaringan yang luas dan kompleks. Kerja-kerja yang dilakukan sudah dapat dikategorikan sebagai jaringan mafia peradilan. Karenanya pengusutan kasus ini juga harus sampai pada tahap pemetaan potensi korupsi di lembaga pengadilan.

KPK selain memainkan fungsi penindakan juga harus memainkan fungsi pencegahan dalam rangka memperbaiki sistem di Mahkamah Agung dan lembaga peradilan dibawahnya. Dalam upaya memperbaiki sistem dan menutup celah mafia peradilan setidaknya KPK dapat berangkat dari beberapa kajian yang dilakukan UKP4 dan investigasi Ombudsman beberapa waktu lalu.

UKP4 pernah memetakan modus-modus mafia peradilan di dalam buku yang diterbitkannya (UKP4, 2010). Berikut modus-modus yang kerap terjadi di dalam lingkup pengadilan, Sbb:

  1. Pra persidangan
    Calo perkara membangun hubungan baik dengan hakim/pegawai pengadilan dengan memberikan hadiah atau fasilitas. Bertujuan menciptakan hutang budi ketika berperkara.
  1. Pendaftaran perkara
    Adanya pungutan liar diluar ketentuan saat pendaftaran perkara, menawarkan penggunaan jasa advokat tertentu. Dengan tujuan mempercepat atau memperlambat pemeriksaan perkara.
  1. Penetapan Majelis Hakim
    Calo perkara meminta pihak tertentu untuk mengatur majelis hakim.
  1. Proses persidangan
    Rekayasa persidangan, mengatur saksi atau barang bukti hingga putusan pengadilan.
  1. Minutasi Putusan
    Pungutan liar guna mempercepat atau memperlambat minutasi putusan.

Kajian UKP4 sejalan dengan temuan ICW dalam penelitian menyingkap mafia peradilan di tahun 2003. Modus-modus judicial corruption belum banyak berubah, ini menandakan upaya reformasi ditubuh Mahkamah Agung tak membawa dampak signifikan terhadap berkurangnya praktik korupsi dan jejaring mafia peradilan. Masihbanyak ruang gelap yang dapat dimanfaatkan mafia peradilan untuk membajak putusan pengadilan bagi kepentingan mereka. Dalam hasil investigasi Ombudsman dibeberapa pengadilan juga masih ditemukan praktik percaloan yang menjanjikan dapat membantu para pencari keadilan dengan harga tertentu.

Rentetan kasus yang terjadi di lembaga peradilan ini perlu disikapi serius. Tertangkapnya pegawai pengadilan tak bisa dilihat sebagai persoalan individu semata, melainkan adanya kelemahan mendasar dari sistem yang bekerja di MA dan pengadilan dibawahnya, baik sistem pengawasan, rekrutmen, sistem transparansi dan sistem administrasi putusan dan pembinaan di lembaga pengadilan. Karenanya langkah strategis perlu diambil Mahkamah Agung. Langkah strategis itu tidak hanya dilakukan dengan membentuk tim khusus di bawah Badan Pengawas MA. Melainkan juga bekerja sama dengan KPK dan Komisi Yudisial dalam memetakan jaringan mafia peradilan dan merumuskan sistem pengawasan dan pembinaan yang efektif memerangi korupsi peradilan

Sayangnya persoalan serius ini sampai detik ini belum mendapatkan respon yang memadai dari Ketua MA sebagai pimpinan pengadilan di seluruh Indonesia. Hal ini mengesankan jika MA tidak melihat persoalan mafia hukum atau korupsi yudisial sebagai sesuatu yang penting untuk segera diselesaikan. Sikap tidak jelas, khususnyaKetua MA mengindikasikan bahwa MA tidak memiliki komitmen dalam melakukan pembenahan secara menyeluruh karena membiarkan praktek korupsi yudisial. Ketiadaan sikap yang tegas dan jelas dari pimpinan tertinggi MA tentu akan menggangu marwah dan martabat lembaga pengadilan, dan lebih jauh akan semakin memudarkan kepercayaan publik terhadap pengadilan dan hukum.

Oleh karena itu, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mendesak agar Ketua Mahkamah Agung memberikan pernyataan sikap secara jelas terhadap permasalahan korupsi yang terjadi di Lembaga Yudisial tersebut.
  2. Mendesak MA agar bekerjasama dengan KPK dan KY dalam memetakan modus praktik suap di lembaga peradilan, dan menyusun langkah pencegahannya.
  3. Mendorong KPK untuk melakukan agenda pencegahan yang sistematis, dengan berbagai strategi intervensi perbaikan tata kelola dan sistem di internal MA, dengan melibatkan publik luas sehingga korupsi yudisial dapat dicegah.

Jakarta, 10 Mei 2015
Koalisi Pemantau Peradilan
ICW, YLBHI, PSHK, MaPPI

LAMPIRAN

DAFTAR HAKIM / PANITERA YANG TERJERAT DUGAAN KASUS KORUPSI

No Nama Jabatan Perkara Terkait

(Dugaan)

1 Fauzatulo Zendrato Kasubdit Kasasi Perdata MA Dugaan menerima suap Rp 550 juta untuk penanganan perkara perdata. Ia divonis 1 tahun penjara oleh PN Jakpus
2 Harini Wiyoso Mantan Hakim Pengadilan Tinggi suap kasasi perkara Probosutejo di MA sebesar 5 milyar rupiah. Divonis 4 Tahun oleh MA
3 Soetrisno Mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dugaan suap ketika mengadili Eddy Tansil dalam perkara Grup Golden Key. Diperiksa Irjen Departemen Kehakiman. Soetrisno dikenakan penurunan pangkat dan di bina.
4 Herman Allositandi Hakim PN Jakarta Selatan Pemerasan dalam pemeriksaan perkara korupsi Jamsostek senilai 200 juta rupiah saksi perkara PT Jamsostek Walter Sigalingging. Vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (4 tahun 6 bulan)
5 Andry Djemi Lumanauw Panitera PN Jakarta Selatan pemerasan dalam pemeriksaan perkara korupsi Jamsostek senilai 200 juta rupiah saksi perkara PT Jamsostek Walter Sigalingging. Vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (4 tahun).
6 M. Saleh Panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Menerima suap dari Pengacara Abdullah Puteh. Vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (4 tahun)
7 Ramadhan Rizal

 

Panitera Muda Pidana Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Menerima suap dari Pengacara Abdullah Puteh. Vonis Pengadilan Banding Tipikor 2 tahun 6 bulan.
8 Zaini Bahrum Ketua Pengadilan Negeri Kayuagung, Sumatera Selatan menerima suap dari seorang pengacara senilai Rp75 juta. Diperiksa oleh badan pengawasan MA tahun 2006, menarik Zaini ke Pengadilan Tinggi (PT) Sumatera Selatan sebagai hakim non palu.
9 Imas Dianasari hakim adhoc Pengadilan Hukum Industrial Bandung. Hakim Imas ditangkap di Restoran La Ponyo, Jalan Raya Cinunuk, dengan seorang pria berinisial OJ. Imas ditangkap dengan barang bukti uang Rp 200 juta serta sebuah mobil. Imas Dianasari lalu divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Senin 30 Januari 2012. Majelis menyatakan dia terbukti menerima duit suap senilai Rp 352 juta.

 

10 Pragsono hakim Pengadilan Tipikor Semarang Uang suap tersebut diduga untuk memengaruhi putusan terkait penanganan perkara korupsi pemeliharaan mobil dinas di DPRD Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang menjerat Ketua DPRD Grobogan M Yaeni. Kedua hakim itu adalah Pragsono (hakim Pengadilan Tipikor Semarang) dan Asmadinata (hakim ad hoc Tipikor Palu, Sulawesi Tengah). Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, penetapan tersangka itu merupakan pengembangan perkara suap yang menjerat Kartini Marpaung (hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang) dan Heru Kisbandono (hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak) yang telah divonis bersalah.

 

11 Asmadinata hakim ad hoc Tipikor Palu, Sulawesi Tengah Uang suap tersebut diduga untuk memengaruhi putusan terkait penanganan perkara korupsi pemeliharaan mobil dinas di DPRD Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang menjerat Ketua DPRD Grobogan M Yaeni.

Majelis Kehormatan Hakim yang digelar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memutuskan memecat Hakim Asmadinata. Dia dinilai telah melakukan pelanggaran berat atas perbuatan tercela menerima suap.

12 Setyabudi Tejocahyono Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung menerima suap Rp 150 juta. Diduga uang yang diterima Hakim Setya dari Asep ini berkaitan dengan dugaan suap bantuan sosial (Bansos) di Bandung. Ia divonis 12 tahun penjara oleh pengadilan tipikor bandung.
13 Syarifudin hakim kepailitan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifudin menerima suap Rp 250 juta dan puluhan ribu dollar dari Puguh terkait dengan kepailitan sebuah perusahaan berinisial PT SCI. Majelis Kehormatan Hakim yang digelar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memutuskan memecat Hakim Asmadinata. Dia dinilai telah melakukan pelanggaran berat atas perbuatan tercela menerima suap.
14 Ibrahim Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ( PT TUN) DKI Jakarta perkara tanah pengusaha DL Sitorus yang berlokasi di daerah Cengkareng. Tanah itu dalam status sengketa dengan Pemprov DKI Jakarta. Majelis Kehormatan Hakim yang digelar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memutuskan memecat Hakim Asmadinata. Dia dinilai telah melakukan pelanggaran berat atas perbuatan tercela menerima suap.
15 Muhtadi Asnun Hakim di Pengadilan Negeri Tanggerang menerima uang US$ 40.000 saat menangani kasus Gayus pada Maret 2009. Kala itu Gayus divonis bebasdalam kasus penggelapan pajak dan money laundering. Vonis dua tahun Asnun oleh majelis hakim PN Jakarta Timur
16 Kartini Juliana Magdalena Marpaung Hakim ad hoc Tipikor Semarang Kartini ditangkap KPK tanggal 17 Agustus 2012 lalu bersama hakim ad hoc Tipikor Pontianak Heru Kisbandono di halaman gedung PN Semarang karena menerima pemberian atau janji berupa uang tunai Rp 150 juta. Uang tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi hasil persidangan kasus dugaan korupsi biaya perawatan mobil dinas Kabupaten Grobogan yang melibatkan ketua DPRD Kabupaten Grobogan nonaktif, M Yaeni. Uang itu diterima melalui adik M Yaeni, Sri Dartutik. vonis 8 tahun, denda Rp 500 juta subsider lima bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni 15 tahun denda Rp750 juta subsider lima bulan penjara.
17 Heru Kisbandono hakim ad hoc Tipikor Pontianak Untuk mempengaruhi hasil persidangan kasus dugaan korupsi biaya perawatan mobil dinas Kabupaten Grobogan yang melibatkan ketua DPRD Kabupaten Grobogan nonaktif, M Yaeni. Uang itu diterima melalui adik M Yaeni, Sri Dartutik.. Vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan
18 Bambang Agus Purnomo Mantan staf administrasi pidana bagian pranata pidana Mahkamah Agung Menerima uang dari Heru Kisbandono hakim ad hoc Tipikor Pontianak. Dalam persidangan di PN Tipikor Semarang Agus mengaku mendapat transfer uang sebesar Rp 36 juta dari Heru. Agus sudah pensiun dari staf MA sejak 1 Agustus 2012.

Agus juga mengaku membantu Heru saat akan mengikuti seleksi menjadi hakim ad hoc. Ia mengatakan telah mengeluarkan uang Rp 87 juta dari kocek pribadinya untuk membantu Heru melalui salah seorang kepala bidang di MA. Uang 36tersebut baru diganti Heru sebesar Rp 40 juta.

Agus juga mengaku sempat membantu pengajuan peninjauan kembali (PK) suatu perkara yang ditangani Heru. Ia mengaku mendapatkan dana Rp 340 juta, kemudian diserahkan kepada seseorang di MA yang mengurus PK tersebut.

19 Roy Maruli Napitupulu Hakim Pengadilan Negeri Balige, Provinsi Sumatera Utara, menerima suap sebesar Rp50 juta saat menangani perkara. Majelis Kehormatan Hakim dalam putusannya mengusulkan untuk memberhentikan dengan tidak hormat hakim Pengadilan Negeri Balige, Provinsi Sumatera Utara, Roy Maruli Napitupulu
20 Nuril Huda

 

Hakim PN Pangkalan Bun menerima uang sebesar Rp 20 juta dari pengacara. Keputusan Majelis Kehormatan Hakim memutuskan hukuman non-palu bagi Hakim Nuril Huda selama 2 tahun.

 

21 Tripeni Irianto Putro Ketua PTUN Medan Diduga menerima Suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos medan tahun 2015. Ketiganya divonis 2 tahun.
22 Amir Fauzi Hakim PTUN Medan
23 Dermawan Ginting Hakim PTUN Medan
24 Andri Tristianto Saputra Kasubdit Kasasi dan Perdata Mahkamah Agung Suap Penundaan salinan putusan Kasasi Terdakwa Ichsan
25 Syamri Adnan Hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang /

Hakim Tinggi Mahkamah Syariah Aceh

Korupsi proyek pembangunan gedung pengadilan saat menjabat sebagai kepala pengadilan agama maninjau. Ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Negeri Kab. Lubuk Basung. Keputusan Majelis Kehormatan Hakim memutuskan hukuman non-palu bagi Hakim Nuril Huda selama 2 tahun.

 

26 Edy Nasution Panitera PN Jakarta Pusat Suap dalam Pendaftaran perkara Peninjauan Kembali MA
27 Ramlan Comel Pengadilan Tipikor Bandung Divonis 7 tahun karena menerima hadiah Rp. 1,9 Miliar dan 160 US$ dari mantan walikota bandung dada rosada.

*Diolah dari berbagai sumber