19 Januari 2018 @ LBH Masyarakat, Tebet Jakarta Selatan

Peserta:

  • Alfina Qistina : Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI)
  • Asmin Fransiska : LPPM Atmajaya
  • Yohan Misero : LBH Masyarakat
  • Totok Yulianto : Persatuan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
  • Subhan Panjaitan : Rumah Cemara
  • Rima Ameilia : MaPPI FH UI

Metode penyusunan perundang-undangan dibagi menjadi dua, yaitu kodifikasi dan modifikasi, sependek pengetahuan saya Indonesia menganut sistem kodifikasi. Rizki Akbari (2014) dalam Fiat Justisia MaPPI FH UI menjabarkan bahwa sistem kodifikasi dimaknai sebagai penyusunan dan penetapan atas peraturan-peraturan dalam kitab undang undang secara sistematis mengenai bidang hukum yang sangat luas, sedangkan modifikasi diartikan sebagai metode penyusunan peraturan yang bertujuan mengubah pendapat hukum yang berlaku dan mengubah hubungan-hubungan sosial. Metode kodifikasi menurut Farida Indrati Soeprapto (2011) menyatakan bahwa metode kodifikasi memakan cukup banyak waktu dan mengakibatkan hukum mejadi ketinggalan jaman. Efeknya yang mungkin terjadi adalah adanya duplikasi delik pidana yang berada pada konteks berbeda dengan tuntutan pidana yang berbeda dalam satu kitab undang undang. Oleh karenanya diperlukan diperlukan harmonisasi lanjutan dalam penetapannya, secara signifikan akan berefek pada durasi pengerjaan undang undang tersebut dan di lain sisi fenomena delik pidana sudah berkembang dari sebelumnya. Dengan demikian dalam penerapan kodifikasi diperlukan konsistensi juga dalam filsafat hukum, yaitu ketika kodifikasi sebagai ontologi, maka bagian epistimologi melalui harmonisasi isi undang undang, dan kemudian aksiologi terkait dengan tataran penerapan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) harus diposisikan dengan jelas sesuai dengan ontologi dan aksiologi.

Kebijakan narkotika di Indonesia yang berjalan saat ini dirasakan belum jelas dan masih abu-abu, tercermin dari adanya pasal-pasal karet yang memiliki potensi akses pemerasan dan abuse of power dari Aparat Penegak Hukum (APH). Ditambah lagi, dominasi semangan punitif yang sarat terlihat dari penegakan hukum atas pemberantasan yang salah sasaran, yaitu kepada penyalahguna narkotika. Efek akhir yang dapat dituai dari situasi ini diantaranya adalah penuhnya penjara oleh narapidana dan tahanan kasus narkotika yang mencapai 72% pada akhir tahun 2017, ketika situasi kelebihan kapasitas dari penjara maka isu utamanya adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) didalam penjara. Spesifik kasus narkotika maka dalam situasi kelebihan kapasitas dan anekdoktal adanya pabrik narkotika di dalam lapas, maupun mudahnya narkotika masuk ke dalam lapas, maka penularan HIV/AIDS maupun TBC menjadi sebuah konsekuensi yang diderita lembaga pemasyarakatan.

Komunitas penggiat isu Narkotika, baik komunitas maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki concern pada isu sering kali mengangkat situasi kebujakn narkotika di Indonesia, terlebih saat ini Undang Undang nomor. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sedang digodok dalam Rancangan Undang Undang. Pasal karet, praktek pemerasan, ketiadaan pendamping hukum, pembelian melalui penjebakan, rehabilitasi narkotika, akses kesehatan selama penahanan dan pemenjaranaan, masalah tim asesmen terpadu, masalah Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), pidana bagi orang tua, dan dekriminalisasi merupakan isu yang diperjuangkan oleh baik komunitas maupun LSM dalam mengusung HAM dalam kebijakan Narkotika.

Melihat hal tersebut, situasi kebijakan Narkotika di Indonesia, maka MaPPI memiliki satu suara dengan rekan-rekan Koalisi Masyarakat Sipil 35/2009 untuk menolak dimasukannya Narkotika dalam RUU KUHP. Alasan yang paling mendasar yaitu kebijakan Narkotika yang berlaku saat ini masih sarat dengan semangat punitif yang memenjarakan, hal tersebut menjadi lebih buruk ketika RUU KUHP yang sedang dirancang masih belum menemukan titik imbang dan konsistensi dalam menetapkan dirinya pad landasan filosofis hukum. Ratusan ribu nyawa menjadi pertaruhan RUU KUHP yang terburu-buru dalam memutuskan serta membuat semakin kusutnya benang kusut kebijakan Narkotika yang sedang diurai bersama saat ini dengan memanfaatkan pendekatan kesehatan masyarakat.