Koalisi Pemantau Peradilan
(MaPPI-FHUI, YLBHI, LeIP, ILR, ICW, PSHK, ICJR , ICEL dan ILR)

Sejak tanggal 16 November 2015 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah menerima 2 (dua) nama calon Komisioner Komisi Yudisial (KY) yang diusulkan kembali oleh Presiden guna melengkapi 5 (lima) calon yang telah disetujui sebelumnya. Namun sampai saat ini, DPR belum menggelar proses fit and proper test terhadap kedua nama tersebut. Padahal, Pasal 28 ayat (6) UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial secara jelas mengatur bahwa paling lambat dalam waktu 30 hari DPR wajib memilih dan menetapkan calon Komisioner yang diusulkan oleh Presiden.

Dengan belum ditindaklanjutinya dua nama tersebut oleh DPR, akan terjadi kekosongan dua posisi Komisioner KY. Kondisi ini tentu saja menambah catatan buruk terhadap kinerja DPR dalam proses seleksi KY di tahun ini. Karena sebelumnya, kinerja DPR dalam melaksanakan fit and proper test terhadap calon Komisioner KY dinilai tidak maksimal yang dapat dilihat dari minimnya kehadiran anggota DPR (Komisi III) dalam wawancara terbuka, tidak adanya standar dalam mengajukan pertanyaan kepada calon, dan tidak adanya penjelasan yang akuntabel kepada publik mengenai calon yang disetujui maupun calon yang ditolak.

Menyikapi kekosongan dua Komisioner KY tersebut, terdapat wacana pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memperpanjang masa kerja tujuh Komisioner KY periode 2010-2015 yang akan berakhir masa jabatannya pada 20 Desember mendatang, sebagaimana yang dilontarkan oleh Taufiqurrohman Syahuri (Komisioner KY periode 2010-2015/Ketua Bidang Rekrutmen Hakim) (http://nasional.tempo.co/read/news/2015/12/15/078727921/terancam-kosong-pimpinan-ky-jokowi-harus-keluarkan-perppu). Timbulnya pemikiran demikian, sebab ada kekhawatiran kinerja KY akan tidak maksimal dengan jumlah komisioner yang tidak lengkap.

Namun, wacana pembentukan Perppu untuk memperpanjang masa jabatan Komisioner KY saat ini bukanlah solusi yang efektif. Selain belum terpenuhinya unsur “darurat” dan “mendesak” sebagai dasar pembentukan Perppu, Undang-Undang KY sendiri tidak pernah mengatur bahwa KY tidak bisa berjalan jika hanya beranggotakan 5 (lima) orang Komisioner. Bahkan, pengambilan keputusan di antara komisioner tetap sah diambil dalam rapat musyawarah yang dihadiri oleh paling sedikit 5 (lima) Komisioner, sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 25 ayat (3) UU No .18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.

Selain itu, dengan sudah dipilihnya 5 (lima) nama Komisioner KY yang baru, seharusnya Presiden sudah bisa segera melantik kelima nama tersebut, dan untuk 2 (dua) nama yang telah diterima DPR harus segera ditindaklanjuti. Pada sisi lain, DPR juga harus secepatnya mengeluarkan putusan terhadap nasib dua nama calon yang sudah diusulkan oleh Presiden: apakah menyetujuinya atau menolak. Karena bagaimana pun, publik sangat menunggu geliat dari Komisi Yudisial dalam menjalankan tugas konstitusionalnya.

Beranjak dari uraian di atas, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. DPR harus segera menindaklanjuti dan mengeluarkan putusan terhadap 2 (dua) nama calon yang telah diusulkan oleh Presiden sebelum dimulainya masa reses.
  2. Presiden segera melantik kelima calon yang sudah disetujui paling lambat 20 Desember 2015.
  3. Lambannya tindak lanjut DPR terhadap dua calon yang diusulkan Presiden menambah catatan buruk terhadap kinerja DPR dalam proses seleksi ini, karena tidak mematuhi ketentuan undang-undang yang merupakan produk lembaga mereka sendiri.

Jakarta,
17 Desember 2015
Koalisi Pemantau Peradilan