Sudah tidak terasa, HM Prasetyo akan memasuki masa kerja selama setahun menjadi Jaksa Agung. Masih dapat diingat bagaimana munculnya pro dan kontra terhadap penunjukan beliau sebagai pemimpin Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Hampir setahun yang lalu, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menolak penunjukan tersebut.
Beberapa alasanpun bermunculan, termasuk proses pemilihannya yang dinilai tidak transparan dan terlalu melibatkan kepentingan politik. Alasan utama penolakan ini dikarenakan proses pemilihan HM Prasetyo tidak melibatkan KPK dan PPATK dalam penelusuran rekam jejak, padahal Jokowi melibatkan KPK dan PPATK ketika membentuk Kabinet Kerja sebelumnya. Selain itu latar belakang beliau sebagai anggota partai politik juga menimbulkan kekhawatiran akan adanya potensi kepentingan politik. Mendekati satu tahun periode kerja HM Prasetyo, isu pergantian Jaksa Agung muncul kembali paska disebutkannya nama beliau di persidangan kasus korupsi suap Hakim PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Pada persidangan tersebut, Evy Susanti (istri muda dari Gubernur Non Aktif Sumatera Utara) menyebutkan adanya keterlibatan Jaksa Agung dalam pengamanan perkara suap yang melibatkannya. Paska penyebutan nama beliau tersebut, banyak pihak yang kembali meminta agar Jaksa Agung dipilih kembali dari kalangan yang bukan berasal dari partai politik. Bahkan Wakil Ketua DPR Fadil Zon juga meminta agar Jaksa Agung yang baru bukan berasal dari kalangan partai politik.
Melihat semakin kencangnya isu pergantian Jaksa Agung, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) perlu membuat suatu catatan singkat mengenai kinerja Kejaksaan selama ini. Tujuannya agar terdapat refleksi kinerja Kejaksaan, sehingga catatan tersebut bisa menjadi tolak ukur bagi pemilihan Jaksa Agung yang baru. MaPPI mencatat setidaknya ada 5 (lima) sektor dari Kejaksaan yang perlu ada perbaikan, yaitu efektifitas penanganan perkara tindak pidana korupsi, Pengawasan prilaku Jaksa di persidangan terhadap kode etik dan hukum acara, akses informasi Kejaksaan terhadap masyarakat, anggaran penanganan perkara pidana umum dan penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Silahkan unduh Kajian selengkapnya di bawah ini: