Rencana DPR untuk mengesahkan Buku I Rancangan KUHP (RKUHP) yang mengatur tentang asas-asas umum hukum pidana Indonesia pada bulan Mei 2016 perlu kembali dievaluasi mengingat materi-materi yang diatur di dalamnya masih bermasalah dan terlalu prematur untuk disahkan.
Pertama, perumusan asas-asas keberlakuan hukum pidana Indonesia dalam Buku I RKUHP masih jauh dari sempurna. Sebagai contoh, Pasal 8 ayat (1) RKUHP merumuskan asas nasionalitas aktif dengan menghilangkan ketentuan mengenai double criminality yang sebelumnya tercantum dalam KUHP. Dengan ketentuan ini, setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Republik Indonesia dapat dimintai pertanggungjawaban pidana meskipun yang dilakukannya itu bukan merupakan tindak pidana di negara dimana perbuatan itu dilakukan. Jika dibandingkan dengan perumusan hal yang sama dalam Pasal 5 KUHP, terlihat jelas bahwa rumusan di KUHP jauh lebih mencerminkan nilai-nilai perlindungan Hak Asasi Manusia.
Kedua, dimasukkannya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar untuk memidana seseorang dalam Pasal 2 ayat (1) RKUHP bertentangan dengan asas legalitas. Dalam hukum pidana, tidak dibenarkan untuk menghukum suatu perbuatan jika tidak terdapat ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal tersebut sebelumnya. Dimasukkannya rumusan Pasal 2 ayat (1) RKUHP tersebut justru akan membuka celah ketidakpastian hukum dan ketidakadilan, menimbulkan disparitas aturan pidana antar daerah termasuk sanksi yang dijatuhkan, dan memperlebar kemungkinan abuse of power oleh penegak hukum untuk menghukum seseorang tanpa aturan tertulis. Selain itu, tidak jelasnya rumusan ‘hukum yang hidup dalam masyarakat’ justru akan menimbulkan masalah mengenai batasan keberlakuan hukum tersebut, baik dari segi subjek yang diatur maupun substansi hukumnya.
Ketiga, kebijakan pemidanaan yang diatur RKUHP tidak memiliki arah yang jelas. Pasal 58 RKUHP, misalnya, membuka kemungkinan dilakukannya perubahan atau penyesuaian pidana dan tindakan yang diterima narapidana melalui putusan yang berkekuatan hukum tetap, dengan mengingat perkembangan narapidana dan tujuan pemidanaan. Ketentuan ini tumpang tindih dengan kewenangan Presiden untuk memberikan grasi, begitu juga dengan kewenangan Menteri Hukum dan HAM untuk memberikan remisi bagi terpidana. Oleh karenanya, lembaga ini hanya akan memperumit mekanisme yang telah ada untuk melakukan perubahan atau penyesuaian pidana.
Kebingungan dalam merumuskan kebijakan pemidanaan tersebut berlanjut di Pasal 59 ayat (4) RKUHP yang memperbolehkan hakim untuk memperberat ancaman pidana pokok meskipun tidak dirumuskan dalam undang-undang. Dalam pasal tersebut, ditentukan bahwa untuk tindak pidana terhadap harta benda yang hanya diancam dengan pidana penjara tetapi mempunyai sifat merusak tatanan sosial dalam masyarakat, dapat juga dijatuhi pidana denda paling banyak Kategori V bersama-sama dengan pidana penjaranya. Pengaturan yang demikian justru akan melanggar kepastian hukum dan rasa keadilan.
Keempat, konsep-konsep hukum pidana dipahami secara tidak utuh dalam RKUHP. Dimasukkannya ‘tindak pidana yang dilakukan karena goncangan jiwa yang sangat hebat’ sebagai alasan peringan pidana dalam Pasal 139 RKUHP merupakan hal yang tidak tepat mengingat hal tersebut seharusnya ditempatkan sebagai dasar penghapus pidana dan bukan sekedar untuk meringankan pidananya.
Hal-hal di atas hanya sebagian kecil dari masalah-masalah yang ditemukan pada Buku I RKUHP. Jika rumusan Buku I RKUHP yang masih demikian bermasalah tetap dipaksakan untuk disahkan oleh DPR, akan terjadi kekacauan dalam sistem hukum pidana Indonesia yang dapat mengarah pada ketidakpastian hukum dan berujung pada terlanggarnya nilai-nilai keadilan dalam masyarakat.
Oleh karena itu, MaPPI FHUI dan Bidang Studi Hukum Pidana FHUI menyatakan sikap:
- Menolak pengesahan Buku I RKUHP dalam waktu dekat; dan
- Meminta DPR & Pemerintah untuk melakukan pembahasan Buku I RKUHP secara serius, cermat, dan teliti;
Contact person:
Akhiar Salmi, S.H., M.H. (0811812195)
Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H. (081380111591)
Anugerah Rizki Akbari, S.H., M.Sc. (081219020301)