Rabu, 26 Oktober 2016 yang lalu, MaPPI FHUI bersama dengan Dies Natalis FHUI 92 tahun dan BEM FHUI 2016 menyelenggarakan Diskusi Publik dengan judul “Mengungkap Relasi Kuasa dalam Kejahatan Seksual”. Diskusi tersebut terselenggara berkat dukungan dari Australia Indonesia Partnership for Justice (AIJP) yang diselenggarakan dalam rangka melaporakan hasil penelitian MaPPI FHUI bersama dengan LBH Apik tentang Konsisitensi putusan Kekerasan terhadap Perempuan. Adapun pembicara diskusi tersebut datang dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari perwakilan LBH Apik sebagai lembaga yang berpengalaman dalam pendampingan korban yaitu Ratna Batara Munti, S.Ag, M.Si, perwakilan akademisi hukum perlindungan perempuan dan anak Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo, S.H, M.Si dan Dr. E.Kristi Poerwandari, M.Hum yang merupakan Psikolog Fakultas Psikologi UI.
Diskusi diawali dengan pemaparan hasil penelitian MaPPI-FHUI dan LBH Apik oleh Adery Ardhan (Peneliti MaPPI FHUI) tentang konsistensi putusan kekerasan terhadap perempuan, berdasarkan Hasil Penelitian tersebut dinyatakan bahwa hampir 50% kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak dilakukan oleh pelaku dalam relasi domestik, baik itu hubungan kekeluargaan ataupun hubungan pacaran, dari kasus-kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu penyebab orang-orang terdekat tersebut melakukan kekerasan terhadap korban adalah dikarenakan adanya Relasi Kuasa. Menurut Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo, S.H,M.Si Relasi Kuasa didasarkan karena dikuasainya suatu kewenangan, bentuk kuasa tersebut tidak selalu terlihat, namun dapat dirasakan oleh korban. Bentuk relasi kuasa tidak hanya didasarkan oleh relasi yang bersifat formal dan profesional, dapat juga yang bersifat informal, horizontal dan tidak mesti profesional. Sedangkan aparat penegak hukum masih memandang bahwa relasi kuasa hanya dalam bentuk relasi formal dan profesional.
Menurut Dr. E.Kristi P., M.Hum relasi kuasa berasal dari ideologi gender dan seksualitas timpang yang melekat begitu erat di masyarakat. Ideologi gender dan seksualitas tersebut melanggengkan pemikiran tentang maskulinitas laki-laki yang berhak menguasi perempuan, dan parahnya lagi pemikiran ini melekat begitu luas di masyarakat secara terus menerus. Satu hal yang perlu dilakukan dalam penanganan kasus kejahatan seksual dengan relasi kuasa adalah dengan melakukan kajian komprehensif dalam berbagai bidang, misalnya hukum dan psikologi untuk menentukan pola hubungan antara korban dengan pelaku, sehingga hukuman, pembinaan terhadap pelaku serta pemulihan terhadap korban dapat berjalan efektif.
Diskusi hari itu ditutup dengan Peluncuran dua Buku hasil penelitian MaPPI-FHUI dengan LBH Apik yaitu Kekerasan terhadap Perempuan dalam Peradilan Pidana: Analisis Konsistensi Putusan dan Difabel dalam Peradilan Pidana yang dapat diunduh di www.mappifhui.org. Masing-masing peserta diskusi yang berjumlah hampir 100 orang juga berkesempatan mendapatkan buku-buku tersebut.