Sering kali kita saksikan di pemberitaan baik di media cetak maupun di media online Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap oknum hakim dan penitera di lingkungan pengadilan. 13 Maret 2018 lalu, KPK kembali menangkap Hakim PN Tangerang Wahyu Widya Nurfitri dan Panitera Tuti Atika karena diduga menerima suap dalam pengurusan perkara perdata yang akan disidangkan di PN Tangerang. Keduanya diduga menerima suap sejumlah Rp. 30 Juta yang diberikan oleh advokat Agus Wiratno dan HM. Saipudin.

Sebelumnya ada 27 hakim dan panitera yang pernah terjerat korupsi, angka ini dikhawatirkan semakin tinggi jika tidak ada upaya perbaikan sistem pembinaan dan pengawasan. Berdasarkan data dari Koalisi Pemantau Peradilan, setidaknya ada 27 Hakim dan Panitera yang tertangkap oleh KPK atas kasus tindak pidana korupsi. Beberapa diantaranya bahkan terdapat hakim-hakim yang khusus menangani tindak pidana korupsi. Berikut ini nama-nama para Hakim dan Panitera yang pernah tertangkap KPK akibat kasus Korupsi :

No Nama Jabatan Keterangan Tahun Kejadian/ Putusan Lembaga yang Menindak
1.        Pragsono Hakim Pengadilan Tipikor Semarang Uang suap tersebut diduga untuk memengaruhi putusan terkait penanganan perkara korupsi pemeliharaan mobil dinas di DPRD Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang menjerat Ketua DPRD Grobogan M Yaeni. 2012 KPK
2.        Asmadinata Hakim ad hoc Tipikor Palu, Sulawesi Tengah Majelis Kehormatan Hakim yang digelar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memutuskan memecat Hakim Asmadinata. Dia dinilai telah melakukan pelanggaran berat atas perbuatan tercela menerima suap. 2012 KPK
3.        Setyabudi Tejocahyono Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung menerima suap Rp 150 juta. Diduga uang yang diterima Hakim Setya dari Asep ini berkaitan dengan dugaan suap bantuan sosial (Bansos) di Bandung. 2013 KPK
4.        Kartini Juliana Magdalena Marpaung Hakim ad hoc Tipikor Semarang Kartini ditangkap KPK tanggal 17 Agustus 2012 lalu bersama hakim ad hoc Tipikor Pontianak Heru Kisbandono di halaman gedung PN Semarang karena menerima pemberian atau janji berupa uang tunai Rp 150 juta. Uang tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi hasil persidangan kasus dugaan korupsi biaya perawatan mobil dinas Kabupaten Grobogan yang melibatkan ketua DPRD Kabupaten Grobogan nonaktif, M Yaeni. Uang itu diterima melalui adik M Yaeni, Sri Dartutik. 2012 KPK
5.        Heru Kisbandono hakim ad hoc Tipikor Pontianak Untuk mempengaruhi hasil persidangan kasus dugaan korupsi biaya perawatan mobil dinas Kabupaten Grobogan yang melibatkan ketua DPRD Kabupaten Grobogan nonaktif, M Yaeni. Uang itu diterima melalui adik M Yaeni, Sri Dartutik. 2012 KPK
6.        Bambang Agus Purnomo Mantan staf administrasi pidana bagian pranata pidana Mahkamah Agung Menerima uang dari Heru Kisbandono hakim ad hoc Tipikor Pontianak 2012 KPK
7.        Tripeni Irianto Putro Ketua PTUN Medan Diduga menerima Suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos medan tahun 2015 2015 KPK
8.        Amir Fauzi Hakim PTUN Medan 2015 KPK
9.        Dermawan Ginting Hakim PTUN Medan 2015 KPK
10.    Andri Tristianto Saputra Kasubdit Kasasi dan Perdata Mahkamah Agung Dugaan suap Penundaan salinan putusan Kasasi Terdakwa Ichsan 2016 KPK
11.    Edy Nasution Panitera PN Jakarta Pusat Suap dalam Pendaftaran perkara Peninjauan Kembali MA 2016 KPK
12.    Muhammad Santoso Panitera PN Jakarta Pusat Suap dalam Perkara perdata PT. Mitra Maju Sukses melawan PT. Kapuas Tunggal Persada 2016 KPK
13.    Janner Purba Ketua PN Kepahiang Suap dalam perkara penyalahgunaan honor pengawas dan pembina RSUD M Yunus Bengkulu 2016 KPK
14.    Toton Hakim PN Bengkulu 2016 KPK
15.    Badarudin Bachsin Panitera PN Bengkulu 2016 KPK
16.    Rohadi Panitera PN Jakarta Utara Suap dalam Perkara Saiful Jamil 2016 KPK
17.    Ike Wijayanto Plt. Panitera Muda Hubungan Industrial bandung Dijerat karena suap setelah pengembangan kasus suap Hakim Imas 2013 KPK
18.    Ramlan Comel Hakim Ad Hoc Tipikor Bandung Keduanya menerima suap guna pengamanan perkara korupsi bansos pemkot Bandung. Hasil pengembangan perkara korupsi yang melibatkan Dada Rosada 2013 KPK
19.    Seferina Sinaga Hakim Tinggi PT Jabar 2013 KPK
20.    Syamsir Yusfan Panitera PTUN Medan Bersama 3 hakim PTUN, diduga menerima Suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos medan tahun 2015. 2014 KPK
21.    Sarwo Edi Pegawai PN Jakarta Pusat Suap dalam Pendaftaran perkara Peninjauan Kembali MA yang melibatkan Edy Nasution. Mereka menerima uang yang merupakan suap kepada Edy Nasution 2016 KPK
22.    Irdiansyah Pegawai PN Jakarta Pusat 2016 KPK
23.    Dewi Suryana Hakim Tipikor Pengadilan Bengkulu Suap dalam pengaturan putusan perkara korupsi. Dewi Suryana menerima 125 Juta sebagai commitment fee 2017 KPK
24.    Tarmizi Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Diduga menerima suap sebesar Rp425 juta dari Akhmad selaku kuasa hukum PT Aquamarine Davidson Inspection dan‎ dari Yunus Nafik, Direktur Utama PR Aquamarine Davidson Inspection 2017 KPK
25.    Sudiwardono Ketua Pengadilan Tinggi Manado Diduga menerima suap terkait penahanan terhadap terdakwa dalam perkara korupsi yang melibatkan Bupati Bolaang Mongondow, serta mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi tunjangan pendapatan aparat pemerintah desa (TPAPD) Kab. Bolaang Mongondow 2017 KPK
26.    Wahyu Widya Nurfitri Hakim Pengadilan Negeri Tangerang Diduga menerima suap terkait pengurusan perkara perdata wanprestasi yang disidangkan di PN Tangerang dari dua orang advokat, Agus Wiratno dan HM Saipudin

 

2018 KPK
27.    Tuti Atika Panitera Pengganti PN Tangerang 2018 KPK

Kondisi praktik korupsi di pengadilan merupakan fenomena nyata yang masih terus terjadi. Dalam hasil survei yang dilakukan oleh MaPPI FHUI ditemukan terdapatnya praktik pungutan liar di lingkungan pengadilan, khususnya dalam ruang lingkup pelayanan publik di bidang administrasi perkara. Riset yang dilakukan di lima daerah yakni Medan, Banten, Bandung, Yogyakarta dan Malang. Dari pemetaan yang kami lakukan ditemukan bahwa pungutan liar dalam pelayanan publik di pengadilan, khususnya untuk pendaftaran surat kuasa dan biaya salinan putusan masih terjadi di 5 daerah di Indonesia (terlampir). Berikut ringkasan temuannya:

  • Dari beberapa layanan publik yang ada di pengadilan, layanan pendaftaran surat kuasa dan mendapatkan salinan putusan adalah dua layanan yang sangat signifikan menjadi peluang terjadinya pungutan liar.
  • Dari 77 narasumber yang kami wawancarai, para pelaku yang melakukan pungutan liar terhadap layanan pendaftaran surat kuasa dan biaya salinan putusan dilakukan oleh panitera pengganti dan atau/ panitera muda hukum
  • Modus modus yang sering digunakan oleh oknum tersebut dalam melancarkan aksinya adalah : menetapkan biaya diluar ketentuan dan tidak dibarengi dengan tanda bukti bayar, tidak menyediakan uang kembalian, sebagai imbalan atau uang lelah dan memperlama layanan jika tidak diberikan tip/ uang yang diminta.
  • Dari lima daerah yang dilakukan pemetaan, untuk biaya pungutan surat kuasa berkisar antara 10.000 per surat kuasa hingga >100.000 per surat kuasa. Untuk mendapatkan salinan putusan baiaya di patok muai dari 50.000 per putusan hingga > 500. 000.

Hasil riset ini dipublikasikan oleh MaPPI FHUI dalam bentuk buku. Berikut ini link untuk mengunduh buku hasil riset MaPPI FHUI https://mappifhui.org/2017/12/08/pola-dan-prevalensi-korupsi-pengadilan-di-dki-jakarta/

Kedepannya, korupsi peradilan harus diberantas karena hal ini membuat kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan semakin menurun, selain itu juga menciderai rasa keadilan masyarakat. Karenanya Mahkamah Agung harus segera melakukan pembenahan sistem pembinaan dan pengawasan jika tidak mau ada hakim dan panitera yang kembali tertangkap oleh KPK karena melakukan korupsi.