Menyambut Hari Adhyaksa ke-55 yang jatuh tepat pada hari ini, kita patut mengingat kembali Komisi Kejaksaan  sebagai salah 1 anak kandung reformasi 1998 yang dibentuk dalam rangka meningkatkan kinerja Kejaksaan lewat pengawasan, pemantauan, dan penilaian kinerja & perilaku Jaksa, Pegawai Kejaksaan, serta kondisi Kejaksaan secara kelembagaan, berdasarkan Perpres No. 18 Tahun 2005 yang diganti dengan Perpres No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan. Amanah pengawasan eksternal kelembagaan penegak hukum sebagai bagian dari Transparansi dan Akuntabilitas Integrated Justice System di Indonesia juga melahirkan seperti Komisi Kepolisian Nasional untuk mengawasi Polri, Komisi Yudisial untuk mengawasi Mahkamah Agung.

Cita-cita tersebut seolah-olah ditelan bumi karena fakta jauh dari harapan. Catatan Laporan Pengaduan tahun 2011, hanya 222 dari 1.159 laporan pengaduan yang diteruskan kepada Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti. Tahun 2012, laporan yang meningkat menjadi 568 dari 1.107 laporan yang diterima. Sementara pada 2013-2014 bahkan tidak ada publikasi catatan kinerja Komisi Kejaksaan. Tidak seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Yudisial yang bergeliat aksinya hingga 2 pimpinannya dikriminalisasi.

Tahun 2015, Presiden Jokowi membentuk Panitia Seleksi Komisi Kejaksaan, yang diketuai oleh Tumpak H. Panggabean, untuk memilih 12 Calon Komisioner Komisi Kejaksaan yang habis masa jabatannya pada 10 Maret 2015. Didapatkan 12 nama calon Komisioner Komisi Kejaksaan yang disusun berdasarkan urutan Ranking nilai dan sudah diserahkan kepada Presiden Jokowi pada Maret 2015 namun sudah 5 bulan belum ditindak lanjuti.

Paling tidak ada 3 dosa besar Presiden Jokowi terkait Reformasi Kejaksaan yang gagal,pertama, mengangkat Jaksa Agung dari kalangan politisi, ke dua, menghentikan pengawasan eksternal terhadap Kejaksaan selama 5 bulan, Komisi Kejaksaan tanpa Pimpinan, ke tiga, tidak melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan padahal itu peraturan Presiden sendiri. Kondisi ini membuat seolah-olah Komisi Kejaksaan sedang dikubur hidup-hidup oleh Presiden Jokowi. Padahal, warga negara punya hak untuk melakukan pengaduan dan pelaporan terkait kejaksaan sebagai mandat dari Reformasi 1998.

Oleh sebab itu, kami menyampaikan tuntutan kepada Presiden Jokowi, yakni:

  1. SEGERA memilih 6 Komisioner Komisi Kejaksaan berdasarkan kualitas peringkat teratas sesuai hasil Seleksi Pansel Komisi Kejaksaan sebagaimana diperintahkan oleh Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan;
  2. MENOLAK calon Komisioner Komisi Kejaksaan yang memiliki afiliasi dengan partai politik;
  3. MENJAMIN hak warga negara dalam hal pelaporan dan pengaduan terkait Kejaksaan sebagai bagian dari mandat Reformasi 1998.

Kontak:
Julius Ibrani (YLBHI) – 081314969726
Dio Ashar (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia/MaPPI) – 081317167820