2b0589eaa314378a13dc0f4dafd6776bJakarta, GATRAnews – Sebanyak 41 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Civil Society for Open Government Partnership (CSO-OGP) Indonesia menilai komitmen pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) terhadap Open Government Partnership (OGP) selama setahun menampuk kekuasaan, cenderung merosot.

Ilham Saenong, dari Transparency International Indonesia (TII), dalam diskusi CSO OGP Indonesia di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (21/10), mengatakan, meski Indonesia merupakan salah satu pemrakarsa inisiatif OGP, namun pemerintah belum membentuk kebijkaan yang jelas untuk mengoperasikan secara konkrit inisiatif OGP tersebut.

Ilham menjelaskan, OGP merupakan inisiatif multipihak yang fokus meningkatkan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan responsif dalam melayani publik. Namun, setelah pembubaran Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengadilain Pembangunan (UKP4) tahun 2014 lalu, belum ada institusi manapun yang menggantikan kedudukannya sebagai leading agency inisiatif OGP.

“Akibatnya, program-program transparasi dan keterbukaan tidak terkoordinasi dengan baik. Bahkan, dalam kasus-kasus tertentu, langkah-langkah yang diambil pemerintah cenderung berlawanan dengan prinsip keterbukaan, yang ujung-ujungnya memperlambat upaya pemberantasan korupsi,” ujar Ilmah.

Mujtaba Hamdi dari Perkumpulan Media Lintas Komunitas (MediaLink) menambahkan, komitmen terhadap pemerintahan terbuka, tidaklah cukup hanya dengan dokumen Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM).

“Walaupun Nawacita menyebut komitmen terhadap ‘tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya’, itu hanya akan menjadi slogan kosong jika komitmen tehadap OGP saja tidak jelas,” katanya.

Sampai hari ini, lanjut Mujtaba, belum ada pernyataan sepatah katapun dari Presiden Jokowi maupuan Wakil Presiden JK tentang posisi Indonesia terhadap OGP, meski RPJM 2015-2019 secara terang menyebutkan pengarusutamaan ‘open government’ dalam tata kelola pemerintahan.

“Namun, itu hanya akan menjadi dokumen mati jika tidak muncul dalam bentuk kebijakan dan praktik pemerintahan yang nyata,” tandas Mujtaba.

Adapun ke-41 anggota CSO-OGP Indonesia, adalah AJI Padang, Akar Foundation, Epistema, Fitra NTB, Fitra Riau, Fitra Sumut, Forest Watch Indonesia, Formasi Kebumen, Gemawan, Gerak Aceh, IBC, ICEL, ICW, Idea Yogyakarta, dan Ilab.

Kemudian, Infest Yogyakarta, INFID, Institut Tifa Damai Maluku, IPC, Jari Sulset, KH2 Institute, Kiara, Kopel Makassar, Laskar Batang, Leip, LESP, Mappi FHUI, Mata Aceh, MediaLink, Pattiro, Piar NTT, PWYP Indonesia, Seknas Fitra, Sloka Institute, Somasi, Swara Parangpuan Sulut, TII, Yappika, Yasmib Sulawesi, Yayasan Tifa, dan YPSHK.

Sumber: Gatra.