Ringkasan Putusan Praperadilan
No Register: No. 04/Pid.Prap/2015/PN.JKT.SEL
Hakim: Sarpin Rizaldi
Panitera: Ayu Triana Listiati
Pemohon: Komjen Pol Budi Gunawan
Termohon: Komisi Pemberantan Korupsi (KPK)
Dalam eksepsi/jawaban yang diajukan Termohon (KPK), terdiri dari tiga (3) poin, yang pada intinya adalah:
a) Objek praperadilan yang dimohonkan terkait penetapan tersangka bukan kewenangan dari Praperadilan yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
b) Permohonan yang diajukan oleh Pemohon (Budi Gunawan) dalam hal ini Prematur;
c) Petitum yang diajukan oleh Pemohon bertentangan antara satu sama lain, obscur libellum.
Bahwa untuk terkait masing-masing poin sebagai berikut:
a) Permohonan berupa penetapan tersangka bukan objek Praperadilan:
- Menurut termohon hal tersebut melanggar asas legalitas;
- Putusan pengadilan lain yang dijadikan rujukan bukanlah yurisprudensi/preseden (Putusan Chevron);
- Objek pemeriksaan Praperadilan sudah diatur oleh KUHAP dan sifatnya limitatif;
- Bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk periksa Praperadilan sesuai yang diatur oleh KUHAP;
- Penetapa Tersangka bukanlah objek Praperadilan/tidak masuk ranah praperadilan;
- Akan tetapi apakah terkait perkara yang diajukan ini, hakim boleh menolaknya? Bahwa apabila terkait tidak adanya hukum yang mengatur atau hukum yang tidak jelas, tidak bisa dijadikan dasar penolakan pemeriksaan oleh hakim (Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman);
- Hakim berkewajiban unutk menggali, mengikuti, memahami nilai-nilai yang ada di masyarakat;
- Bahwa apabila terdapat ketidakjelasan/ketidakadaan hukum maka akan melahirkan kewenangan hakim untuk menetapkan hukum melalui Rechtsvinding atau penemuan hukum, yang dikaji secara ilmiah dan keilmuan, dan secara yuridis harus bisa dipertanggungjawabkan;
- Metode penemuan hukum tersebut dilakukan melalui metode penafsiran atau interpretasi;
- Bahwa berkaitan dengan sah atau tidaknya penetapan tersangka, menurut saksi ahli Sidarta, penetapan Tersangka termasuk dalam proses Penyidikan, dan merupakan hasil dari Penyidikan;
- Bahwa dalam rumusan Praperadilan, keberadaan Praperadilan sebagai sarana uji atas upaya paksa yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum apakah sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak;
- Bahwa apakah penetapan tersangka termasuk upaya paksa?;
- Bahwa menurut termohon, penetapan tersangka itu bukan upaya paksa, dan termohon dalam hal ini belum melakukan/ada upaya paksa;
- Akan tetapi pendapat termohon tidak dapat dibenarkan karena harus dipahami definisi upaya paksa;
- Akan tetapi terkait penetapan Tersangka ini tidak ada lembaga yang mengatur dapat menguji hal demikian;
- Oleh karenanya menurut hakim terdapat ketidakadaan/ketidakjelasan hukum yang mengatur. Sehingga hakim dalam hal ini menetapkan hukum bahwa: Penetapan tersangka sebagai objek Praperadilan;
- Sehingga dalam hal ini (pemeriksaan penetapan tersangka) Praperadilan memiliki wewenang;
- Bahwa terkait asas legalitas, penerapan asas legalitas dalam hal ini tidak dapat dibenarkan. Hal ini karena asas legalitas hanya berlaku untuk hukum pidana materil. Dalam penerapannya, terkait asas legalitas, bahkan bisa dilakukan penafsiran. Cth: penafsiran barang dalam tindak pidana pencurian;
- Terkait dengan pertimbangan penggunaan putusan lain, dalam hal ini hakim berpendapat bahwa hukum Indonesia tidak menganut adanya preseden;
- Akan tetapi yurisprudensi tetap diakui sebagai sumber hukum;
- Meski dalam pelaksanaannya tidak ada keharusan hakim untuk ikuti putusan terdahulu;
- Bahwa diterima atau tidaknya putusan terdahulu seperti putusan PN Bengkayang terkait penyitaan, maka hakim tidak terikat dengan putusan tersebut;
- Berdasarkan pertimbangan diatas maka eksepsi ditolak.
Silahkan unduh kajian selengkapnya dibawah ini :