Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui 5 (lima) nama dari 7 (tujuh) nama calon Komisioner Komisi Yudisial (KY) yang diajukan oleh Panitia Seleksi (Pansel KY). Dua nama yang tidak disetujui tersebut merupakan perwakilan dari akademisi. Keputusan demikian disepakati secara aklamasi oleh seluruh fraksi pada Komisi III DPR RI. Menindaklanjuti penolakan tersebut, Presiden melalui Pansel KY harus segera mengajukan kembali 2 (dua) nama kepada DPR. Jika tidak segera dilakukan, akan terjadi kekosongan jabatan dua Komisioner KY, yang selanjutnya akan berimplikasi pada pelaksanaan wewenang dan tugas KY, serta pengambilan keputusan di antara Komisioner KY.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan No. 16/PUU-XII/2014 menafsirkan wewenang DPR dalam ‘memilih’ Komisioner KY sebagai menyetujui atau tidak menyetujui calon yang diajukan oleh Presiden. Putusan MK tersebut menimbulkan setidaknya tiga pertanyaan: (1) apakah DPR tetap berwenang melakukan FPT terhadap calon komisioner? yang sebenarnya pengulangan dari proses seleksi sebelumnya; (2) bagaimana mekanisme seharusnya yang digunakan oleh DPR dalam memberikan persetujuan?; dan (3) bagaimana akibat hukumnya terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang KY jika DPR menolak seluruhnya atau sebagian calon komisioner KY?
Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan di atas tidak terjawab dalam peraturan perundang-undangan terkait yang semestinya diselaraskan pasca putusan MK tersebut. Kondisi semacam ini dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk ke depannya dalam pemilihan pejabat publik (khususnya Komisioner KY) oleh DPR. KY dalam hal ini, akan menghadapi berbagai permasalahan karena adanya kekosongan jabatan. Pertama, perihal siapa yang akan mengisi dua jabatan yang kosong (apakah komisioner sebelumnya atau PLT yang ditunjuk khusus untuk itu?) dan mekanisme pengisian jabatan yang kosong tersebut. Kedua, perihal pemilihan Ketua KY (mengingat terdapat dua Komisioner yang berpotensi kehilangan hak untuk memilih dan dipilih sebagai ketua lembaga). Ketiga, perihal pengambilan keputusan diantara komisioner KY.
Perlu diingat bahwa masa jabatan Komisioner KY sekarang akan berakhir di bulan Desember tahun ini. Karena itu, Presiden dan DPR sudah harus memilih dua Komisioner baru sebelum berakhirnya masa jabatan tersebut. Salah satu opsi yang bisa dipilih adalah Pansel KY mengajukan kembali dua calon dari akademisi yang sudah dinyatakan lulus oleh Pansel di tahapan sebelumnya. Dengan catatan, Pansel tetap bersandar pada kriteria integritas, kapasitas, kompetensi dan independensi. Sebab, sangat kecil kemungkinan untuk mengulang kembali proses seleksi dari awal.
Di sisi lain, DPR ke depan perlu menetapkan standar yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dalam memberikan persetujuan. Dalam proses wawancara terbuka di DPR beberapa waktu lalu, KPP memiliki beberapa catatan negatif terhadap proses yang berlangsung. Antara lain: (i) tidak adanya standar dalam mengajukan pertanyaan kepada calon, terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seringkali tidak ada relevansinya dengan pemilihan Komisioner KY; dan (ii) animo kehadiran anggota Komisi III DPR sangat kecil. Berdasarkan pantauan KPP, kurang dari 10 (sepuluh) orang anggota yang hadir di dalam setiap sesi wawancara terbuka.
Beranjak dari hal-hal yang diuraikan di atas, dengan ini KPP menyatakan sikap:
- Presiden melalui Pansel KY harus segera mengajukan dua nama calon Komisioner KY kepada DPR.
- DPR harus segera menindaklanjuti dan menetapkan dengan proses yang akuntabel dan profesional terhadap dua nama tersebut, sebelum berakhirnya masa jabatan Komisioner KY sekarang, yakni di Awal Desember 2015.
- DPR harus menjelaskan secara akuntabel alasan keterpilihan dan ketidakterpilihan Calon Komisioner KY sebelumnya
KOALISI PEMANTAU PERADILAN (MaPPI-FHUI, YLBHI, LeIP, ILR, PSHK, ICW, ICJR, dan ICEL)