Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi

Masa jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas akan berakhir pada 10 Desember 2014. Setelah melalui serangkaian proses seleksi, Pansel akhirnya memilih 2 (dua) nama untuk diberikan kepada Presiden. Pada 16 Oktober 2014, Presiden telah menyerahkan dua nama Calon Pimpinan KPK yang lolos seleksi, yaitu: Busyro Muqoddas (Pimpinan KPK periode 2010-2014) dan Roby Arya Brata (Staf Ahli Sekretaris Kabinet) kepada DPR. Artinya, tanggung jawab seleksi sudah berpidah ke tangan DPR.

Permasalahannya, hingga hari ini, DPR tidak juga menindaklanjuti proses seleksi dengan memilih dan menetapkan satu orang komisioner KPK. Padahal waktu pemilihan semakin sempit jika dihubungkan dengan akan berakhirnya masa jabatan Busyro Muqoddas dan dimulainya masa reses DPR pada 6 Desember 2014. DPR terlihat cenderung mengundur dan berupaya mengocok ulang hasil seleksi Capim KPK yang telah dilaksanakan bersamaan dengan seleksi 4 (empat) pimpinan KPK lainnya pada 2015 dengan alasan DPR tidak dilibatkan sejak awal proses seleksi dan hanya ada 2 (dua) nama yang diajukan untuk dipilih menjadi Pimpinan KPK. Jika pun akan memilih, DPR juga berencana menolak kedua nama jika tidak ada calon yang dianggap layak.

Alasan-alasan yang dikemukan oleh DPR tersebut sebenarnya tidak miliki dasar hukum, mengingat Pasal 30 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan dengan tegas bahwa DPR wajib memilih dan menetapkan Pimpinan KPK dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Presiden menyerahkan nama-nama calon. Pasal ini mematahkan dua alasan DPR yaitu, DPR tidak berhak menolak calon dan pelibatan DPR memang hanya dilakukan setelah Pansel menyelesaikan tugasnya. Selain itu, upaya DPR yang ingin menyeleksi pimpinan KPK secara serentak juga bertentangan dengan Putusan MK No 5/PUU-IX/2011 terkait staggered mechanism (mekanisme berjenjang) dan kepastian hukum.

DPR mempunyai batas waktu untuk melakukan pemilihan selama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya nama-nama yang diusulkan oleh Presiden. Dengan calon pimpinan yang berjumlah dua orang, DPR bisa dengan segera melakukan pemilihan sebelum memasuki masa reses. DPR juga tidak perlu menunggu pandangan dari KPK dan Menteri Hukum dan HAM untuk melaksanakan pemilihan dan penetapan calon pimpinan KPK. Peran pemerintah sebenarnya sudah selesai sejak Presiden memberikan nama kepada pimpinan DPR. Seharusnya, sejak saat itu, DPR bisa dengan segera menyelenggarakan proses pemilihan.

Jika DPR tidak juga melakukan pemilihan atas dua calon yang namanya sudah diserahkan oleh Presiden, artinya DPR sudah membangkang terhadap perintah undang-undang dan konstitusi. Permasalahan yang terjadi di DPR antara Koalisi Merah Putih dengan Koalisi Indonesia Hebat, tidak sepatutnya dijadikan alasan untuk menghambat keberlangsungan kinerja lembaga negara lainnya.

Rapat Pleno Komisi III DPR pada kamis 27 November 2014 lalu telah menetapkan proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon pimpinan KPK akan digelar Rabu, 3 Desember 2014 mendatang.  Namun proses Pengambilan keputusan ini hanya melibatkan enam fraksi yaitu Golkar, Gerindra, PPP, PAN, PKS  (kelimanya tergabung dalam Koalisi Merah Putih-KMP) dan Demokrat. Sementara Fraksi PDI Perjuangan, PKB, Hanura dan NasDem yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak hadir saat pengambilan keputusan.

Pada satu sisi Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendorong proses seleksi calon pimpinan KPK segera dilakukan sebagaimana diatur dalam UU KPK dan juga Putusan Mahkamah Konstitusi. Namun pada satu sisi muncul kekhawatiran proses seleksi dan hasil yang dilakukan pada Rabu 3 Desember mendatang tidak memiliki legitimasi karena hanya dilakukan oleh sebagian fraksi saja (Kubu KMP plus Demokrat). Hasil akhirnya akan menimbulkan pandangan negatif bahwa yang nantinya terpilih menjadi pimpinan KPK adalah “Pimpinan KPK versi KMP” bukan merupakan pilihan DPR secara institusi.

Melihat situasi politik tersebut maka kami dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi meminta Komisi III DPR untuk memastikan bahwa keputusan proses seleksi calon Pimpinan KPK adalah keputusan yang disepakati semua fraksi dan nantinya juga diikuti oleh semua fraksi di DPR tidak saja hanya sebagian fraksi di DPR. Pimpinan KPK yang dipilih nantinya adalah pilihan dan hasil seleksi dari institusi DPR, bukan hanya dari Koalisi tertentu di DPR.

Oleh karena itu, kami, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi meminta:

  1. DPR segera memilih Pimpinan KPK dari dua orang calon yang namanya telah diserahkan oleh Presiden;
  2. DPR harus melaksanakan pemilihan tersebut selambat-lambatnya sebelum DPR memasuki masa reses pada 6 Desember 2014.
  3. Mendesak DPR untuk melakukan Voting terbuka, sehingga publik dapat mengawasi jalannya pemilihan

Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi

MaPPI FH UI (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia FHUI), PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan), ICW(Indonesia Corruption Watch), ILR (Indonesian Legal Roundtable), dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia)