Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI)

Berita mengejutkan kembali terjadi di dalam Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu, 05 September 2019. DPR dengan tiba-tiba mencanangkan akan membahas revisi UU KPK. Revisi UU KPK tersebutpun langsung diresmikan menjadi inisiatif DPR oleh Wakil Ketua DPR selaku pimpinan rapat pagi itu. Revisi UU KPK tersebut digadang-gadang akan dikebut dan diselesaikan sebelum masa jabatan DPR berakhir sebagaimana yang dituturkan oleh Badan Legislatif DPR pasca rapat paripurna tersebut, yaitu 25 hari menjelang masa jabatannya periode 2014-2019 berakhir.

Padahal saat ini DPR masih memiliki setumpuk pekerjaan rumah yang menunggu untuk segera diselesaikan. Sebut saja puluhan RUU yang masuk prolegnas yang diagendakan untuk disahkan tahun 2019. Selain itu, DPR juga telah menerima 10 nama Calon Pimpinan KPK yang diagendakan akan segera digelar Rapat Badan Musyawarah (Bamus) pada September ini. Belum lagi, RKUHP yang masih menimbulkan banyak perdebatan di berbagai kalangan, sehingga perlu dilakukan pembahasan mendalam.  Terkait RKUHP ini lagi-lagi diagendakan untuk disahkan pada pertengahan September 2019. Di samping itu, masih ada juga UU Tipikor yangtelah didesak oleh KPK untuk segera dibahas.

Tanpa disadari dengan berinisiatif untuk merevisi UU KPK dalam waktu dekat ini, DPR justru akan menambah beban kerjanya dan daftar panjang tumpukan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan tersebut. Hal ini dikhawatirkan justru akan memperkecil kemungkinan diselesaikannya perkerjaan-pekerjaan penting yang seharusnya menjadi prioritas, seperti pembahasan RKUHP, pemilihan Calon Pimpinan KPK, dan pembahasan undang-undang lain seperti UU tipikor. Alih-alih mengagendakan dan mewacanakan untuk merivisi undang-undang lain, seharusnya DPR fokus dalam proses seleksi calon pimpinan KPK dan mengedepankan penyelesaian pembahasan RKUHP, UU Tipikor, dan undang-undang lain yang lebih mendesak untuk segera dibahas. Khawatirnya dengan waktu yang terbatas ini, DPR juga tidak memiliki waktu untuk mengkaji secara mendalam rencana revisi UU KPK tersebut, bahkan waktu yang kurang dari sebulan hari kerja ini, juga tidak akan cukup untuk memberikan ruang dan kesempatan bagi berbagai kalangan untuk memberikan masukan dalam rancangan UU KPK tersebut.

Dengan alasan-alasan di atas, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) merekomendasikan:

  1. DPR agar lebih lebih memprioritaskan untuk membahas secara mendalam kegiatan yang memiliki urgensi yang lebih besar, seperti pembahasan RKUHP, dan mengedepankan proses seleksi calon pimpinan KPK
  2. Menunda terlebih dahulu pembahasan revisi UU KPK mengingat masih banyaknya pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan sebelum periode keanggotaan 2014-2019 berakhir

Narahubung:

Tri Suciati (Peneliti MaPPI/085771243648)
Dio Ashar (Peneliti MaPPI/087786130347)