Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) memberikan apresiasi terhadap langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa tahun terakhir menangkap sejumlah mafia hukum khususnya oknum hakim dan pegawai pengadilan yang terlibat dalam praktek korupsi. Oknum Pengadilan yang telah ditangkap KPK terdiri dari Hakim Pengadilan Tipikor, Hakim Pengadilan Umum, Hakim PTUN, Hakim Pengadilan Hubungan Industrial, Panitera/Pegawai di Pengadilan, bahkan sampai pejabat struktural di Mahkamah Agung (MA).

Dalam kasus suap yang melibatkan Andry Sutrisna (Kasubdit Perdata di MA) dan Edy Nasution (Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat), setidaknya terungkap bahwa praktek mafia hukum di lembaga Pengadilan terjadi hingga di tingkat MA. Mafia Hukum tidak saja dapat mengatur mengenai proses persidangan (misal penentuan putusan hakim dan penentuan majelis hakim) namun juga proses administasi perkara (misal memperlambat salinan dan pengaturan pengajuan upaya hukum). Pada level aktor utama, Mafia Hukum bahkan bisa bergerak pada campur tangan atau mempengaruhi kebijakan strategis, promosi dan mutasi hakim maupun pejabat di lingkungan pengadilan dan intervensi hingga pengadilan lebih rendah.

Meski demikian, KPP menilai bahwa yang ditangkap oleh KPK saat ini masih sebatas aktor/operator biasa dan belum menyentuh pada aktor utama atau kelas monster Mafia Hukum atau Mafia Pengadilan. Mafia Hukum adalah benalu dalam reformasi di lembaga peradilan. Selama aktor monster Mafia Hukum belum ditangkap atau dituntaskan maka sulit mendorong reformasi lembaga peradilan untuk terwujudnya peradilan yang bersih. Sehingga kasus hakim atau pegawai pengadilan yang tertangkap karena korupsi pastinya akan muncul kembali. Aktor utama Mafia Hukum sudah pasti berupaya menggagalkan ataupun menghambat upaya reformasi peradilan untuk menjadikan lembaga Pengadilan bersih dari korupsi.

Kedatangan dan Aksi KPP di KPK “Tangkap Makumon” merupakan bukti dukungan dari masyarakat atas upaya KPK menuntaskan praktek Mafia Hukum terutama di lembaga pengadilan. Dikeluarkannya Surat Perintah Penyelidikan atas nama Nurhadi, Sekretaris Mahkamah Agung, pada 22 Juli 2016 lalu merupakan pintu masuk dalam membongkar praktek mafia hukum sampai ke akar-akarnya di pengadilan. KPK sebaiknya tidak perlu ragu menaikkan status ke tahap penyidikan jika bukti-bukti yang diperoleh sudah sangat kuat. Jenderal Pol. Tito Karnavian sebagai Kapolri sebaiknya juga menunjukkan komitmen konkret dalam pemberantasan korupsi dengan mendukung KPK menuntaskan penyidikan kasus mafia hukum di lembaga Pengadilan. Selain itu, Ketua MA juga harus segera merespon langkah KPK dengan mengambil langkah tegas membersihkan institusinya dari praktek-praktek korupsi yang dapat menjatuhkan wibawa pengadilan.