Saat ini Komisi Yudisial (KY) kembali membuka seleksi Calon Hakim Agung untuk mencari 8 (delapan) orang Hakim Agung dengan formasi 4 (empat) untuk Kamar Perdata; 1 (satu) untuk Kamar Pidana; 1 (satu) untuk Kamar Agama; 1 (satu) untuk Kamar TUN; dan 1 (satu) untuk Kamar Militer. Seperti beberapa seleksi sebelumnya, seleksi Calon Hakim Agung kali ini dilakukan berdasarkan sistem kamar yang diterapkan di Mahkamah Agung (MA) sejak tahun 2011 berdasarkan SK Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar di MA.

Selama ini, merujuk pada UU MA dan UU KY, penentuan diadakannya seleksi calon hakim agung seakan-akan dilakukan secara prosedural saja. Dinyatakan bahwa seleksi calon hakim agung diadakan apabila MA menyampaikan daftar nama hakim agung yang akan habis masa jabatannya (pensiun) kepada KY dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Pengaturan ini menunjukkan bahwa undang-undang hanya mengatur pengisian jabatan untuk hakim agung yang akan pensiun tetapi tidak mengatur untuk pengisian dengan alasan hakim agung meninggal dunia atau kebutuhan MA terkait penerapan sistem kamar.

Hal tersebut menyisakan pertanyaan lanjutan yang belum dibisa dijawab oleh undang-undang terkait. Pertama, bagaimana jika suatu saat tidak ada hakim agung yang akan pensiun tetapi kamar tertentu membutuhkan hakim agung karena jumlah hakim agung di kamar tidak seimbang dengan beban perkara? Kedua, bagaimana jika suatu saat persentase jumlah hakim agung dalam kamar tertentu jauh lebih tinggi dibandingkan persentase beban perkara? Apakah seleksi calon hakim agung tidak akan dilakukan meskipun katakanlah ada hakim agung yang akan memasuki usia pensiun?

Mekanisme Penentuan Kebutuhan Pengisian Jabatan Hakim Agung

  1. Parameter Kebutuhan Pengisian Jabatan Hakim Agung

Terdapat satu pertanyaan mengenai pengisian jabatan hakim agung, yaitu apa parameter kebutuhan pengisian jabatan hakim agung pada periode tertentu. Merujuk pada UU MA dan UU KY, penentuan diadakannya seleksi calon hakim agung ketika ada Hakim Agung yang pensiun. Secara ideal, parameter kebutuhan pengisian jabatan hakim agung harus melihat 3 (tiga) faktor, yaitu:

  1. Hakim agung yang akan memasuki usia pensiun dalam waktu dekat;
  2. Hakim agung yang meninggal dunia;
  3. Komposisi jumlah hakim agung dan jumlah beban perkara dalam setiap kamar.

Mengenai poin c, kedua tabel di bawah ini akan memaparkan data jumlah hakim agung, jumlah beban perkara dan produktivitas penanganan perkara. Dapat dilihat bagaimana produktivitas penanganan perkara MA tidak sebanding antara tiap kamar. Seperti contohnya perkara Pidana, Perdata dan TUN memerlukan jumlah Hakim Agung yang lebih, dibandingkan Hakim Agung pada kamar agama dan militer. Data-data ini menunjukkan MA membutuhkan hakim agung sesuai kebutuhan kamar dan seharusnya hal ini berkorelasi dengan seleksi calon hakim agung yang dilakukan oleh KY.

Perbandingan Jumlah Hakim Agung dengan Jumlah Beban dan Produktivitas Tahun 2011-2015.tb1Perbandingan Jumlah Hakim Agung pada Kamar dengan Jumlah Beban Perkara dan Produktivitas Tahun 2015.tb2

  1. Pihak yang Berwenang Menentukan Kebutuhan Pengisian Jabatan Hakim Agung
    Pada dasarnya, pertanyaan ini tidak bisa dijawab melalui pengaturan UU MA maupun UU KY. Bila melihat bahwa hakim agung berada di MA, berarti MA yang mengetahui kebutuhan hakim agung. Namun, di lain sisi, KY dinilai dapat menentukan kebutuhan hakim agung karena memiliki wewenang dan tugas dalam rekrutmen hakim agung.

Hal ini didasari alasan MA adalah rumah hakim agung dan seharusnya mengetahui kebutuhannya dalam menjaga kesatuan hukum. MA yang memiliki data terkait jumlah beban perkara, jumlah hakim agung, dan bagaimana penanganan perkara berjalan sehingga bisa menganalisis kebutuhannya sendiri. MA pun adalah pihak yang mengetahui trend isu hukum yang berkembang dan perlu dijaga kesatuan hukumnya melalui fungsi kasasi yang dilakukannya. Isu ini berkaitan dengan pengisian jabatan hakim agung dari jalur non karier.

Meskipun MA adalah pihak yang seharusnya berwenang menentukan kebutuhan, peran KY tidak bisa kesampingkan. Sebaiknya KY ikut dalam menganalisis kebutuhan MA. MA dan KY sebaiknya berkoordinasi mengenai kebutuhan pengisian jabatan hakim agung dengan tetap mengacu pada parameter yang ada. Dalam hal ini, kedua lembaga bermitra untuk mendukung kerja masing-masing. Sebagai pintu awal seleksi, KY pada dasarnya dapat memberikan masukan kepada MA terkait kebutuhan pengisian jabatan hakim agung. Tentunya dengan terlebih dahulu memahami data-data dan kondisi terkait.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka Koalisi Pemantau Peradilan memberikan rekomendasi dan terkait proses seleksi Calon Hakim Agung tahun ini, yaitu:

  1. Komsi Yudisial perlu mendata pada setiap provinsi, hakim tinggi/akademisi/praktisi yang memiliki integritas, kualitas intelektual, dan lainnya dan kemudian membuat database calon hakim agung yang bisa dijaring ketika proses seleksi calon hakim agung akan dimulai.
  2. Dibutuhkan forum rutin antara MA dan KY untuk membahas seleksi calon hakim agung. Mulai dari membahas kebutuhan hakim agung, kondisi MA, sampai dimulainya pelaksanaan seleksi.