Metrotvnews.com, Jakarta: Sikap pemerintah dan DPR yang lamban dalam merevisi Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinilai dapat merugikan banyak pihak. Hal ini akan merembet pada koordinasi penyidik dengan penuntut umum dalam peradilan pidana.
Untuk itu, Executive Director Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI), Choky Risda Ramadhan bersama beberapa aktivis mengusulkan kepada Makamah Konstitusi (MK) untuk meminta pemerintah dan DPR segera menyelesaikan RUU KUHAP.
“Kami melihat respon lambat pemerintah dalam permasalahan ini terlalu lama ini, (jadi) kami ajukan ke MK agar menjadi triger pemerintah dan DPR,” kata Choky saat ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum, Jalan Diponogoro, Menteng, Jakarta Pusat, (27/3/2016).
Choky menganggap, aturan yang ada dalam UU KUHAP saat ini telah menjadi salah satu sumber permasalahan dari sistem peradilan pidana di Indonesia. Permasalahan tersebut yaitu terbukanya ruang kesewenang-wenangan penyidik dalam tahap penyidikan sehingga menimbulkan maraknya peristiwa salah tangkap, kriminalisasi, dan korupsi di kalangan penegak hukum.
“Karena dengan berlakunya sistem yang sekarang, makin banyak potensi penetapan tersangka yang berlarut-larut, tanpa kontrol. Semakin lama bolak balik berkas perkara sehingga merugikan,” jelas dia.
Choky menilai lambannya revisi ini dipengaruhi dengan adanya pergantian pemerintahan. Sebab, kata dia, revisi ini sebetulnya telah selesai dibahas pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi, hingga saat ini revisi itu belum juga disahkan.
Ia pun meminta agar pemerintah dan DPR dapat segera merevisi UU KUHAP ini. Pasalnya, revisi ini merupakan jalan keluar dari berbagai permasalahan yang ada di sistem peradilan Indonesia.
“Karena sudah banyak kewenangan aturan-aturan itu dipreteli oleh putusan makamah konstitusi,” kata dia.
(AZF)
Sumber : Metrotvnews.com